KalbarOke.Com – Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di Indonesia masih lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan ini tidak hanya terlihat pada tingkat nasional, tetapi juga bervariasi di setiap provinsi, dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan demografi.
Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2020-2050 yang disusun BPS dari hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk laki-laki di Indonesia mencapai 140.786.800 jiwa, sementara penduduk perempuan tercatat sebanyak 137.909.400 jiwa. Angka ini menghasilkan rasio jenis kelamin sebesar 102,1, yang berarti terdapat sekitar 102 laki-laki untuk setiap 100 perempuan di Indonesia.
Rasio ini menunjukkan adanya dominasi populasi laki-laki, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat kelahiran, migrasi, hingga usia harapan hidup. Meskipun secara global rasio kelahiran bayi laki-laki cenderung lebih tinggi, perbedaan ini tidak selalu merata di setiap daerah.
Beda Provinsi, Beda Cerita
Menariknya, meskipun secara nasional laki-laki lebih banyak, ada beberapa provinsi yang memiliki jumlah penduduk perempuan lebih tinggi. Berdasarkan data BPS tahun 2023, hanya ada tiga provinsi yang memiliki rasio jenis kelamin di bawah 100, yaitu:
• Daerah Istimewa Yogyakarta: Jumlah penduduk perempuan sedikit lebih banyak dibanding laki-laki.
• Jawa Timur: Di provinsi ini, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki.
• Sulawesi Selatan: Provinsi ini juga mencatat jumlah penduduk perempuan yang lebih besar.
Perbedaan ini bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pola migrasi dan urbanisasi. Misalnya, banyak perempuan yang pindah ke kota-kota besar untuk bekerja atau menempuh pendidikan, yang dapat memengaruhi rasio jenis kelamin di wilayah tersebut. Usia harapan hidup perempuan yang cenderung lebih tinggi juga dapat berkontribusi pada perbedaan ini, terutama pada kelompok usia lanjut.
Implikasi Data Demografi
Perbandingan jumlah penduduk ini bukan sekadar statistik. Data demografi ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap berbagai kebijakan pemerintah dan tren sosial. Misalnya, daerah dengan jumlah perempuan yang lebih banyak berpotensi menjadi target program pemberdayaan perempuan atau layanan kesehatan khusus wanita.
Sebaliknya, rasio yang timpang juga dapat mempengaruhi pasar tenaga kerja, tren pernikahan, dan dinamika sosial lainnya. Dengan memahami data ini, pemerintah dapat merancang kebijakan yang lebih tepat sasaran untuk mewujudkan keseimbangan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. (aw/ai/01)
Artikel ini telah dibaca 74 kali