Soroti 10 Titik Rawan, Perbaikan Tata Kelola Cegah Kebocoran Dana Otsus

Ilustrasi KPK menemukan 10 titik rawan pengelolaan Dana Otsus Papua Selatan. Untuk cegah kebocoran, KPK dorong integrasi sistem, pengawasan ketat, dan transparansi agar tepat sasaran.

KalbarOke.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya perbaikan tata kelola Dana Otonomi Khusus (Otsus) di Papua Selatan agar penggunaannya benar-benar dirasakan masyarakat.

Hal ini disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Pencegahan Korupsi dalam Tata Kelola Dana Otsus, hasil kerja sama KPK dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) melalui program Corruption Prevention in Forestry Sector (CPFS), serta Pemerintah Provinsi Papua Selatan, di Merauke, Rabu 20 Agustus 2025.

Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, mengungkapkan bahwa hampir 25 tahun Dana Otsus digulirkan, manfaatnya belum sepenuhnya dinikmati masyarakat.

KPK bersama GIZ bahkan menemukan 10 titik rawan dalam tata kelola dana Otsus, mulai dari keterlambatan perencanaan, kapasitas SDM yang terbatas, aplikasi yang belum terintegrasi, hingga lemahnya pengawasan dan regulasi.

“Sering kali masyarakat bertanya ‘mana dana Otsus, untuk apa digunakan?’. Artinya ada masalah serius dalam pengelolaan. Dana Otsus bercampur dengan APBD sehingga sulit dievaluasi. Karena itu KPK mendorong integrasi sistem perencanaan dan penganggaran agar alur dana bisa jelas dari hulu ke hilir,” tegas Dian.

Baca :  Norsan Minta Seluruh OPD Kalbar Tidak Abaikan Permintaan Tim Pemeriksa BPK

Sebagai langkah perbaikan, KPK merekomendasikan agar setiap proyek atau kegiatan yang dibiayai Dana Otsus diberi label khusus, sehingga masyarakat tahu manfaatnya. “Misalnya, pembangunan jalan atau gedung perlu ditandai dengan keterangan bahwa itu menggunakan Dana Otsus,” jelasnya.

Sinergi Lintas Lembaga

Sejalan dengan UU No. 19 Tahun 2019, KPK mengoordinasikan sejumlah lembaga seperti Kemenkeu, Bappenas, Kemendagri, BPKP, LKPP, hingga BP3OKP. Hasilnya, tiga sistem digital keuangan dan perencanaan daerah kini mulai diintegrasikan: SIPD, SIKD, dan SIP3, untuk memastikan Dana Otsus bisa dipisahkan dan dilacak.

Selain itu, sinkronisasi data Orang Asli Papua (OAP) juga menjadi prioritas agar alokasi program lebih tepat sasaran dan tidak tumpang tindih pembiayaan.

Kendala di Lapangan

Gubernur Papua Selatan, Apollo Safanfo, menyoroti kendala regulasi yang masih menghambat. Menurutnya, aturan turunan UU Otsus belum sepenuhnya mendukung kewenangan daerah.

“UU Otsus seharusnya memberikan kekhususan, tetapi praktiknya PP sektoral lebih kuat dibanding Perdasus. Ini membuat implementasi program Otsus sering lemah,” jelasnya.

Apollo menekankan bahwa Dana Otsus seharusnya berperan sebagai tambahan tenaga percepatan pembangunan, bukan menggantikan Dana Alokasi Umum (DAU).

Baca :  Hanya Sehari! Kemenkum Terbitkan SK Baru PSI, Raja Juli Sebut Momentum Kebangkitan Partai

“Saya ibaratkan perahu bermesin ganda. DAU itu mesin utama, Otsus adalah tambahan tenaga. Namun yang terjadi justru Otsus menggantikan DAU, misalnya di pendidikan,” tambahnya.

Harus Berbasis Integritas

Dian kembali menekankan, selama lebih dari 20 tahun lebih dari Rp200 triliun Dana Otsus sudah digelontorkan ke Papua, tetapi angka kemiskinan dan putus sekolah masih tinggi.

“Kita tidak bisa lagi membiarkan Otsus berjalan business as usual. Harus ada terobosan nyata dengan tata kelola berintegritas,” tegasnya.

Senada, Apollo meminta jajarannya meningkatkan transparansi, pengawasan ketat, serta partisipasi masyarakat dalam setiap program. “Semakin besar dana, semakin besar pula potensi penyalahgunaan. Karena itu integritas harus dijaga,” pintanya.

Seminar dan lokakarya yang berlangsung hingga 22 Agustus 2025 ini diharapkan menghasilkan langkah konkret berupa perbaikan regulasi, sinkronisasi data OAP, model pengawasan yang lebih efektif, hingga platform partisipasi publik untuk memastikan Dana Otsus benar-benar tepat guna dan berdampak. (*/)