Penguatan Ekosistem Riset Jadi Strategi Indonesia Hadapi Geopolitik, Iklim, dan Era Digital

Ilustrasi Konferensi Internasional BMEB ke-19 di Bali menegaskan pentingnya penguatan ekosistem riset untuk menghadapi tantangan geopolitik, risiko iklim, dan percepatan digitalisasi.

KalbarOKe.com – Ekosistem riset yang kuat dinilai sebagai kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional sekaligus merespons berbagai tantangan global, mulai dari dinamika geopolitik, risiko perubahan iklim, hingga percepatan digitalisasi.

Pesan itu mengemuka dalam pembukaan Konferensi Internasional Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) ke-19 dan Call for Papers di Bali, Jumat (26/9/2025). Tahun ini, forum internasional tersebut mengusung tema “Geopolitics, Climate Risks, and Digitalisation: The Future of Central Banking.”

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menegaskan bahwa dunia tengah menghadapi tiga tren utama: geopolitik dan geoekonomi, perubahan iklim, serta digitalisasi yang memicu disrupsi teknologi. Menurutnya, ketiga tren itu harus diantisipasi dengan kebijakan yang adaptif, sinergis, dan selaras dengan agenda pembangunan nasional Asta Cita.

“Tantangan ini menuntut kita semua, para peneliti ekonomi, pembuat kebijakan, dan juga saya sebagai gubernur bank sentral, untuk beradaptasi agar mampu menjaga stabilitas sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Perry.

Baca :  Pemerintah Gelontorkan Rp200 Triliun ke Bank Himbara

Lima Strategi Respons Kebijakan BI

Untuk menjaga ekonomi Indonesia dari guncangan global, Perry memaparkan lima respons kebijakan Bank Indonesia, yaitu:

Bauran kebijakan bank sentral di tengah fragmentasi global.

Pengembangan sistem pembayaran digital.

Mendorong keuangan berkelanjutan dan inklusif.

Memperkuat koordinasi dengan pemerintah.

Meningkatkan kerja sama lintas negara.

Isu Strategis: Iklim & Digitalisasi

Dalam forum ini, sejumlah akademisi menekankan pentingnya kerja sama ASEAN+3 untuk mempercepat transisi hijau, mengingat fragmentasi geopolitik kerap menghambat dekarbonisasi. Diskusi juga membahas bukti empiris dampak cuaca terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi, serta perlunya ruang fiskal dan instrumen asuransi untuk meredam risiko iklim.

Di bidang digitalisasi, perhatian tertuju pada transformasi bank sentral di era digital. Isu yang dibahas mencakup risiko dan peluang stable coin, desain dan prinsip central bank digital currency (CBDC), hingga urgensi kehati-hatian, inklusi keuangan, serta koordinasi lintas negara dalam pengaturan moneter-fiskal.

Baca :  Mau Jadi "Baterai ASEAN" Sarawak Klaim Siap Jadi Penyumbang Utama Ekonomi Malaysia

Kontribusi Global Lewat Riset

BMEB sendiri menjadi ajang penting bagi diseminasi riset mutakhir dan penguatan kebijakan berbasis bukti, khususnya untuk negara berkembang. Tahun ini, panitia menerima 320 naskah lengkap—172 dari Indonesia dan 148 dari luar negeri.

Setelah proses seleksi ketat, terpilih 34 riset unggulan dari 12 negara, termasuk Indonesia, Australia, Tiongkok, India, Italia, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, Taiwan, Uni Emirat Arab, Prancis, dan Inggris.

Lewat forum ini, Indonesia menegaskan komitmennya untuk memperkuat ekosistem riset ekonomi dan memberikan solusi nyata dalam menghadapi tantangan geopolitik, iklim, dan digitalisasi, sekaligus memperkuat peran sebagai salah satu motor pertumbuhan di kawasan. (*/)