KalbarOke.com — Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memaparkan besarnya potensi blue food Indonesia sebagai penopang ketahanan pangan dunia dalam kuliah umum bertajuk Transformasi Tata Kelola Maritim di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Jumat (7/11).
Menurutnya, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang luar biasa besar dengan total produksi mencapai 24 juta ton per tahun, termasuk hasil dari perikanan tangkap, budidaya, dan rumput laut. Dari angka tersebut, potensi terbesar masih dapat digali dari sektor perikanan budidaya.
“Budidaya itu masa depan,” ujar Menteri Trenggono. “Kami telah mengembangkan model-model budidaya modern, salah satunya nila salin di Karawang. Keberhasilan di sana kami kembangkan dalam skala besar lewat program revitalisasi tambak dengan luas awal 20 ribu hektare di Jawa Barat.”
Saat ini, volume produksi perikanan budidaya nasional berada di kisaran 5,6 juta ton per tahun. Padahal, Indonesia memiliki potensi lahan budidaya mencapai 18 juta hektare, namun yang baru dimanfaatkan hanya sekitar 6,8 persen.
Tambak Modern dan Ramah Lingkungan
Program revitalisasi tambak di wilayah Pantura Jawa dikembangkan tidak hanya untuk meningkatkan produksi, tetapi juga menjaga keseimbangan lingkungan. Setiap kawasan tambak akan dilengkapi dengan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) serta dikombinasikan dengan pengembangan ekosistem mangrove sebagai penyangga alami.
“Pengelolaan budidaya yang baik harus disertai pengelolaan limbah yang benar, termasuk di kampung nelayan. Karena itu kami juga siapkan program Kampung Nelayan Merah Putih untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman nelayan,” jelasnya.
Produktivitas Meningkat 200 Kali Lipat
Revitalisasi tambak seluas 20 ribu hektare di Jawa Barat diproyeksikan menghasilkan 1,56 juta ton nila salin per tahun. Produktivitasnya meningkat drastis dari 0,6 ton menjadi 130 ton per hektare per siklus, berkat penerapan teknologi budidaya modern dan sistem pengelolaan berkelanjutan.
Menteri Trenggono menegaskan, pasar untuk produk perikanan Indonesia sangat terbuka lebar. Timur Tengah menjadi salah satu target utama karena tingginya permintaan terhadap ikan nila serta banyaknya warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal dan bekerja di wilayah tersebut.
Dukungan terhadap Ketahanan Pangan Dunia
Berdasarkan data FAO, populasi dunia diperkirakan meningkat lebih dari 30 persen hingga tahun 2050, sehingga kebutuhan protein global akan naik hingga 70 persen. Produk blue food—yakni pangan dari laut dan perairan—diprediksi menjadi solusi utama dengan nilai ekonomi yang akan mencapai USD 419,09 miliar atau setara Rp6.705 triliun pada tahun 2030.
“Dengan potensi 24 juta ton dan inovasi budidaya berkelanjutan, Indonesia siap menjadi pusat produksi blue food dunia. Ini bukan hanya tentang ekonomi, tapi juga kontribusi nyata terhadap ketahanan pangan global,” tutup Menteri Trenggono. (*/)






