KalbarOke.Com – Kota Singkawang mendapat kehormatan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Kota Toleran (KKT) pertama di Indonesia. Kegiatan penting ini diselenggarakan oleh SETARA Institute pada Minggu (16/11/2025) di Hotel Swiss-Bellinn.
Acara KKT ini dibuka secara langsung oleh Wali Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie, dan turut dihadiri oleh enam kepala daerah yang kotanya termasuk dalam 10 besar Kota Tertoleran 2024. Para kepala daerah yang hadir berasal dari Salatiga, Semarang, Pematang Siantar, Sukabumi, Bekasi, dan Kediri.
Dalam sambutannya, Tjhai Chui Mie menyampaikan bahwa kehadiran para pimpinan daerah tersebut merupakan bukti nyata dari kuatnya komitmen masyarakat Indonesia untuk hidup berdampingan dalam damai dan saling menghormati melalui semangat toleransi.
“Dari Singkawang, kita sampaikan kepada dunia tentang semangat toleransi dan persaudaraan lintas budaya dapat dijunjung tinggi di manapun kita berada,” tegasnya, menggugah semangat persatuan.
Ia menjelaskan bahwa kehidupan sehari-hari di Singkawang diwarnai oleh keberagaman dan harmoni. Menurutnya, masyarakat Kota Singkawang sudah terbiasa mendengar suara azan, dentang lonceng gereja, serta bunyi gendang atau lonceng klenteng yang saling bersahutan tanpa menimbulkan gesekan atau konflik.
“Semua itu kami anggap sebagai melodi harmoni kehidupan di tengah masyarakat,” katanya, menggunakan metafora yang indah untuk menggambarkan kerukunan.
Lebih lanjut, Tjhai Chui Mie menegaskan bahwa perbedaan agama, suku, dan budaya bukan sekadar identitas, melainkan telah menjadi ruh kehidupan dan kekuatan utama bagi pembangunan peradaban di Kota Singkawang. Keberagaman ini, tambahnya, adalah pondasi kuat untuk membangun persatuan dan toleransi.
Ia juga memberikan apresiasi tinggi terhadap peran 17 paguyuban suku dan budaya yang selama ini menjadi garda terdepan dalam menjaga perdamaian, menengahi perbedaan sosial, serta mendukung kegiatan-kegiatan lintas budaya di kota tersebut.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, menjelaskan bahwa KKT ini digagas bukan sekadar sebagai pertemuan seremonial, tetapi sebagai ruang diskusi langsung bagi para kepala daerah dan lembaga untuk bersama-sama mengembangkan nilai-nilai toleransi.
Halili menuturkan, ide KKT muncul setelah melihat kebiasaan para kepala daerah yang kerap bertukar pikiran dan pengalaman mengenai praktik toleransi dalam berbagai kesempatan informal. Pertemuan formal ini digagas untuk memfasilitasi ide, kolaborasi, dan pengalaman tersebut secara terstruktur.
Halili Hasan turut mengingatkan bahwa toleransi dan modal sosial (nilai-nilai yang memungkinkan kerja sama dalam kelompok) merupakan dasar esensial dalam pembangunan suatu bangsa.
“Jika kita gagal membangun modal sosial, dapat dipastikan kita juga gagal membangun bangsa,” ujarnya, menekankan pentingnya kerukunan sebagai fondasi kemajuan.






