KalbarOke.com – Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap desain APBN 2026 dalam Rapat Kerja bersama Menteri Keuangan di Kompleks Parlemen, Jakarta. Ia menilai struktur APBN masih sangat sensitif terhadap fluktuasi harga komoditas, terutama emas dan batubara, sementara kebijakan fiskal pemerintah tetap ekspansif dengan defisit mencapai 2,68 persen.
Menurut Anis, ketergantungan tinggi terhadap komoditas yang volatil berpotensi menekan kinerja penerimaan negara bila realisasi harga tidak sesuai dengan asumsi pemerintah.
Soroti Kebutuhan Emas Nasional untuk Ekosistem Bullion Bank
Politikus PKS itu juga mempertanyakan estimasi kebutuhan emas domestik untuk pengembangan ekosistem bullion bank. Ia menilai pemerintah belum menjelaskan secara rinci berapa kebutuhan riil emas nasional serta gap pasokan yang ingin ditutupi melalui kebijakan biaya keluar ekspor emas.
“APBN 2026 sangat sensitif terhadap volatilitas harga komoditas. Kami ingin tahu mitigasi fiskal jika penerimaan biaya keluar tidak mencapai target, serta berapa kebutuhan emas nasional untuk bullion bank dan gap pasokannya,” ujar Anis.
Peringatkan Risiko Penyelundupan Emas
Anis juga mengingatkan potensi meningkatnya penyelundupan emas setelah penerapan kebijakan biaya keluar. Ia menilai temuan pemerintah mengenai pola penyembunyian, percampuran, hingga salah pemberitahuan antar-pulau menjadi bukti lemahnya pengawasan.
Ia mendesak pemerintah menjelaskan strategi pengawasan baru agar kebijakan tersebut tidak berbalik memicu peningkatan penyelundupan.
Pertanyakan Integritas Laporan Surveyor
Selain itu, Anis mempertanyakan integritas laporan Surveyor yang menjadi dasar penetapan kadar dan volume ekspor emas. Menurutnya, mekanisme pelaporan yang rawan manipulasi harus diperbaiki secara serius.
“Laporan Surveyor sering menjadi titik rawan manipulasi. Bagaimana Kemenkeu menjamin integritasnya, dan apakah akan ada audit independen untuk memastikan akurasi data ekspor emas?” tegasnya.
Kritik Kebijakan Biaya Keluar Batubara
Menutup paparannya, Anis meminta penjelasan mengenai dasar pengenaan biaya keluar batubara, terutama karena kebijakan tersebut dinilai tidak sejalan dengan tren harga global. Harga batubara sejak 2023 terus melemah dan diproyeksikan hanya berada di kisaran 95–100 dolar AS per ton pada 2026.
Dengan berbagai catatan tersebut, Anis meminta pemerintah memperkuat mitigasi risiko, meningkatkan transparansi data, dan memperbaiki desain fiskal agar APBN 2026 lebih adaptif menghadapi ketidakpastian ekonomi global. (*/)






