Dua Kasus Pelanggaran Perlindungan Konsumen Terungkap: Beras Rusak dan Penyelewengan SPHP

Polda NTT mengungkap dua kasus pelanggaran perlindungan konsumen di Kota Kupang. Divisi Humas Polri

KalbarOke.com — Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil membongkar dua kasus tindak pidana di bidang perlindungan konsumen yang melibatkan pelaku usaha di Kota Kupang. Kedua kasus ini menjadi bukti nyata komitmen Polri dalam mendukung program ketahanan dan stabilitas pangan nasional.

Konferensi pers pengungkapan kasus digelar di Lobi Bidhumas Polda NTT, dipimpin Karoops Polda NTT Kombes Pol Joni Afrizal Syarifuddin, didampingi Dirreskrimsus Kombes Pol Hans Rachmatulloh Irawan, Kabidhumas Kombes Pol Henry Novika Chandra, serta jajaran pejabat utama Polda NTT lainnya.

“Langkah penegakan hukum ini adalah bentuk nyata komitmen kami dalam menjaga kejujuran dan keamanan rantai distribusi pangan di wilayah NTT,” ujar Kombes Pol Joni Afrizal.

Kasus Pertama: Beras Premium Rusak di Retail Modern

Kasus pertama bermula dari laporan seorang konsumen yang membeli beras premium merek Topi Koki 20 kilogram di sebuah retail modern di Kota Kupang. Namun, beras tersebut ternyata rusak dan berisi banyak kutu.

Hasil penyelidikan menetapkan RA (45), pimpinan retail tersebut, sebagai tersangka karena memperdagangkan beras tidak layak konsumsi tanpa informasi yang benar. Polisi menyita 1,79 ton beras rusak dalam berbagai kemasan serta sejumlah dokumen penjualan.

Baca :  Proses Hukum 295 Anak Terlibat Kerusuhan Akhir Agustus Diklaim Sesuai Sistem Peradilan Anak

“Tindakan ini jelas melanggar hak dasar konsumen dan berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat,” tegas Dirreskrimsus Kombes Hans Rachmatulloh Irawan.

Hasil uji laboratorium memastikan beras tersebut tidak layak konsumsi. Tersangka dijerat Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana 5 tahun penjara atau denda hingga Rp2 miliar.

Kasus Kedua: Penyalahgunaan Beras SPHP di Pasar Inpres Kupang

Kasus kedua melibatkan M (36), seorang ibu rumah tangga yang diduga menukar beras subsidi SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) milik Perum Bulog ke dalam karung beras bermerek untuk dijual dengan harga lebih tinggi di Pasar Inpres Kupang.

Dari hasil penyelidikan, pelaku diduga menyalahgunakan sekitar 4 ton beras SPHP. Barang bukti yang disita meliputi 2,6 ton beras, ratusan karung SPHP dan Cap Jeruk, serta mesin jahit dan dokumen usaha.

Baca :  Kasus Pembunuhan Anak dalam Karung Terungkap

“Modus seperti ini merugikan masyarakat kecil, karena beras SPHP adalah program subsidi pemerintah untuk menjaga harga pangan tetap terjangkau,” ujar Kombes Hans.

Tersangka M dijerat Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e UU Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp2 miliar.

Polri Tegaskan Komitmen Jaga Distribusi Pangan dan Perlindungan Konsumen

Kombes Pol Joni Afrizal menegaskan, Polda NTT akan memperkuat sinergi dengan Bulog dan instansi terkait guna memastikan distribusi pangan bersubsidi tetap tepat sasaran dan bebas dari praktik kecurangan.

“Polri tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga menegakkan keadilan ekonomi agar masyarakat terlindungi dari praktik curang,” tegasnya.

Seluruh barang bukti kedua kasus tersebut turut ditampilkan di hadapan media sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas publik.

Keberhasilan ini menegaskan peran penting Polri dalam mengawal program pangan murah, menjaga kepercayaan publik, dan memperkuat kemandirian pangan nasional. (*/)