Duel Hijau di Bumi Khatulistiwa: Sawit vs. Kratom, Mana yang Lebih Menguntungkan dan Ramah Lingkungan untuk Kalimantan Barat?

Potensi Ekonomi: Siapa Raja Cuan di Kalbar?

Ilsutrasi Sawit vs Kratom. (Foto: IST)

KalbarOke.Com – Kalimantan Barat, dengan hamparan lahannya yang luas, telah lama menjadi primadona bagi komoditas perkebunan. Namun, di tengah gempuran kelapa sawit yang mendominasi, muncul “pendatang baru” yang tak kalah menarik perhatian: kratom. Pertanyaan besar pun mengemuka: di antara keduanya, mana yang lebih menjanjikan secara ekonomi dan, tak kalah penting, mana yang lebih ramah lingkungan untuk masa depan Bumi Khatulistiwa?

Potensi Ekonomi: Siapa Raja Cuan di Kalbar?

Kelapa Sawit: Industri kelapa sawit di Kalimantan Barat telah terbukti menjadi salah satu tulang punggung ekonomi. Ribuan lapangan kerja langsung dan tidak langsung tercipta, mulai dari petani, buruh, hingga sektor pendukung. Kontribusi terhadap pendapatan daerah dari pajak dan royalti juga signifikan, digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik. Ekspor minyak sawit juga terus meningkat seiring permintaan global.

• Investasi: Investasi awal untuk menanam kelapa sawit cukup besar, sekitar Rp60 juta per hektare hingga masa panen.
• Keuntungan: Keuntungan per panen disebut sekitar Rp4,5 juta per hektare dengan estimasi hasil 2-3 ton per hektare dan harga sekitar Rp1.000-Rp1.500 per kg (CNN Indonesia, 2023; Mbipike, 2023).

Kratom: Kratom, yang dijuluki “harta karun hijau” dari Kalimantan, mulai mencuri perhatian para pengusaha. Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (Pekrindo) mengklaim keuntungan menanam kratom jauh lebih besar dibanding kelapa sawit.

• Investasi: Modal awal untuk kratom hingga masa panen jauh lebih kecil, sekitar Rp15 juta per hektare.
• Keuntungan: Panen kratom dapat dilakukan lebih sering, antara 1-3 bulan sekali. Satu pohon bisa menghasilkan sekitar 2 kg daun, dan pohon berusia di atas 5 tahun bisa menghasilkan puluhan hingga ratusan kilo. Ini berarti potensi pendapatan per hektare bisa lebih tinggi dan lebih cepat dibandingkan sawit (detikFinance, 2023).
• Regulasi Ekspor: Perlu dicatat bahwa saat ini perdagangan kratom di dalam negeri belum diatur, namun ekspor kratom sudah diizinkan dengan aturan khusus (Kemendag, 2025; Infopublik.id, 2024). Kratom yang boleh diekspor adalah remahan dan serbuk kurang dari 600 mikron. Kebijakan ini penting karena menunjukkan adanya pasar global yang terbuka, meski dengan regulasi yang ketat.

Baca :  Kejar Target UHC 2025: Kalbar Butuh Ratusan Ribu Peserta JKN-KIS Baru!

Kesimpulan Ekonomi: Berdasarkan data yang ada, kratom tampaknya menawarkan potensi keuntungan finansial yang lebih besar dengan modal investasi yang lebih rendah dan siklus panen yang lebih cepat dibandingkan kelapa sawit. Namun, potensi ini sangat bergantung pada keberlanjutan regulasi ekspor dan penerimaan pasar global.

Dampak Lingkungan: Siapa yang Lebih Ramah Bumi?

Kelapa Sawit: Ekspansi perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat memiliki dampak lingkungan yang signifikan dan seringkali menjadi sorotan:

• Deforestasi: Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit sering mengorbankan hutan hujan tropis yang kaya keanekaragaman hayati. Ini berkontribusi pada hilangnya habitat flora dan fauna, serta peningkatan emisi gas rumah kaca.
• Kebakaran Hutan: Praktik pembakaran lahan untuk pembukaan kebun sering menyebabkan kabut asap, polusi udara, dan kerusakan lahan.
• Pencemaran Air dan Tanah: Limbah pabrik kelapa sawit berpotensi mencemari air tanah dan sungai, membahayakan kesehatan manusia dan biota air. Penggunaan pupuk dan pestisida juga dapat merusak kualitas tanah dalam jangka panjang (Marawa Padang, 2024).
• Degradasi Lahan Gambut: Pembukaan lahan gambut untuk sawit dapat menyebabkan penurunan permukaan tanah dan pelepasan karbon yang besar ke atmosfer.

Kratom: Berbeda dengan kelapa sawit, dampak lingkungan dari budidaya kratom secara umum dianggap lebih minim karena beberapa faktor:

• Tidak Perlu Pembukaan Lahan Besar: Kratom cenderung ditanam oleh masyarakat secara mandiri, seringkali di lahan pekarangan atau lahan yang tidak memerlukan deforestasi skala besar seperti sawit.
• Tidak Memerlukan Perkebunan Monokultur: Budidaya kratom tidak selalu identik dengan perkebunan monokultur yang luas, sehingga tidak seintensif sawit dalam mengubah lanskap.
• Tumbuh Alami: Kratom adalah tanaman asli daerah tropis dan dapat tumbuh relatif liar, yang menunjukkan adaptasinya yang baik tanpa perlu intervensi lingkungan yang drastis. Belum ada laporan signifikan mengenai dampak negatif kratom terhadap deforestasi atau pencemaran air/tanah seperti sawit.

Baca :  Dari Meja Makan hingga Panggung Karaoke: Krisantus Blusukan, Jaring Aspirasi untuk Ketapang

Kesimpulan Lingkungan: Dari segi dampak lingkungan, kratom jelas lebih ramah lingkungan dibandingkan kelapa sawit. Budidaya kratom tidak memerlukan skala deforestasi masif atau penggunaan bahan kimia seintensif sawit, sehingga risikonya terhadap keanekaragaman hayati, kualitas air, dan emisi gas rumah kaca jauh lebih rendah.

Jadi, Mana Pilihan Terbaik untuk Kalbar?

Memilih antara sawit dan kratom melibatkan pertimbangan kompleks antara keuntungan ekonomi jangka pendek dan panjang, serta dampak lingkungan dan sosial.

• Jika fokus utama adalah keuntungan ekonomi yang cepat dan modal rendah, kratom tampaknya lebih menjanjikan, asalkan regulasi ekspor tetap stabil dan pasar global tetap terbuka. Namun, perluasan skala budidaya kratom juga harus diawasi agar tidak menimbulkan masalah lingkungan baru.
• Jika prioritas adalah kelestarian lingkungan dan keberlanjutan jangka panjang, kratom jauh lebih unggul. Mengembangkan kratom sebagai komoditas unggulan dapat menjadi alternatif yang lebih hijau bagi masyarakat Kubu Raya dan Kalimantan Barat, mengurangi tekanan pada hutan dan ekosistem rapuh lainnya.

Pemerintah daerah dan masyarakat perlu duduk bersama untuk merumuskan strategi yang seimbang. Mungkin kombinasi dari kedua komoditas ini, dengan penekanan pada praktik budidaya sawit yang berkelanjutan dan promosi kratom sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan, adalah jalan tengah yang paling bijak bagi masa depan Kalimantan Barat.

Apa pendapat Anda tentang dilema ini? (Aw/01)

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 325 kali