Proyek Belasan Miliar Tanpa Transparansi?
KalbarOke.Com – Dugaan korupsi mencuat di lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kapuas Hulu. Hal ini terkait proyek pekerjaan jasa konsultansi pada tahun anggaran 2023 yang menelan biaya fantastis, mencapai Rp15.089.000.000. Dugaan ini muncul karena proyek tersebut diduga dilaksanakan tanpa melalui proses lelang yang transparan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Dalam proyek ini, Bappeda Kapuas Hulu menunjuk pihak ketiga, yang kabarnya adalah sebuah perguruan tinggi di Kalimantan Barat, sebagai pelaksana teknis. Namun, anehnya, kegiatan yang terbagi dalam 13 paket pekerjaan ini tidak pernah diumumkan atau dilelangkan secara terbuka.
Detail Proyek dan Temuan Pemeriksaan
Proyek jasa konsultansi ini terdiri dari 11 paket pekerjaan belanja jasa konsultansi berorientasi layanan dan 2 paket pekerjaan belanja jasa lainnya. Secara total, nilai pagu anggarannya mencapai belasan miliar rupiah.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa laporan hasil pemeriksaan keuangan oleh lembaga pemeriksa keuangan (BPK-RI) menemukan adanya temuan yang mengharuskan pengembalian dana miliaran rupiah ke kas daerah atau kas negara.
“SK jelas tanda tangan Kepala Bappeda. Apakah dibenarkan dengan pagu dana 15 miliar hanya berupa SK, sementara SK harus tanda tangan Bupati kalau mengacu pada Perpres 16 Tahun 2018,” ungkap seorang sumber di Putussibau yang tidak ingin disebutkan namanya.
Analisis Hukum dan Keterlibatan Polisi
Menanggapi hal ini, pengacara Herman Hofi Munawar di Pontianak menyatakan bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah senilai Rp15,8 miliar tanpa lelang sangat mengejutkan. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan peraturan seperti Perpres No. 16 Tahun 2018 dan Perpres No. 12 Tahun 2021, pengadaan barang dan jasa harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Pengadaan tanpa lelang berisiko menimbulkan penyalahgunaan anggaran dan ketidakadilan.
Namun, Herman juga menegaskan bahwa tidak semua pelanggaran dalam pengadaan barang/jasa adalah tindak pidana korupsi. Pelanggaran bisa jadi merupakan pelanggaran hukum administrasi terkait prosedur yang tidak dipatuhi, seperti SK yang ditandatangani oleh pejabat yang tidak berwenang. “Jika hal ini terjadi, pelanggaran ini dapat diselesaikan melalui sanksi administratif, seperti teguran atau kewajiban mengembalikan kerugian negara,” jelasnya.
Kasus dugaan korupsi ini telah menarik perhatian Direskrimsus Polda Kalbar. Polda Kalbar bahkan sempat menyurati Kepala Bappeda Kabupaten Kapuas Hulu melalui surat bernomor B/14/I/RES.3.5./2025/Ditreskrimsus pada 10 Januari 2025, yang isinya adalah permintaan dokumen terkait proyek tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kasus ini telah masuk dalam tahap penyelidikan oleh pihak berwajib.