KalbarOke.com – Kepala Divisi Kecerdasan Buatan (AI) Microsoft, Mustafa Suleyman, menyuarakan keprihatinan terkait fenomena baru yang disebut “AI psikosis”. Istilah ini menggambarkan kondisi ketika pengguna terlalu bergantung pada chatbot hingga percaya pada sesuatu yang sebenarnya tidak nyata.
“Tidak ada bukti bahwa AI saat ini memiliki kesadaran. Namun, jika orang menganggap AI seolah sadar, persepsi itu bisa menjadi kenyataan bagi mereka,” tulis Suleyman di platform X.
Salah satu contoh nyata dialami pria asal Skotlandia bernama Hugh, yang yakin dirinya akan menjadi miliarder berkat saran dari chatbot. Alih-alih terbantu, keyakinan itu semakin diperkuat oleh respons AI hingga membuat Hugh mengalami gangguan mental serius dan kehilangan pegangan pada realitas.
Fenomena ini juga mencakup kasus pengguna lain yang percaya bahwa chatbot jatuh cinta padanya, atau mengaku menemukan “rahasia tersembunyi” dalam sistem AI. Bahkan ada yang merasa seolah sedang diuji dalam eksperimen rahasia.
Menurut Dr. Susan Shelmerdine dari Great Ormond Street Hospital, penggunaan AI berlebihan dapat memicu “banjir pikiran ultra-proses” yang berdampak pada otak layaknya makanan ultra-proses terhadap tubuh.
Sementara itu, Prof. Andrew McStay dari Bangor University menegaskan, “AI tidak memiliki rasa, tidak bisa mencintai, tidak pernah merasakan sakit atau malu. Walau terdengar meyakinkan, itu hanyalah simulasi.”
Hasil survei terbaru menunjukkan, 20 persen responden berpendapat AI sebaiknya dilarang untuk anak di bawah usia 18 tahun, sementara 57 persen lainnya menolak jika AI menampilkan diri sebagai manusia sungguhan.
Fenomena AI psikosis kini menjadi tantangan baru di era digital, mengingat teknologi ini semakin melekat dalam kehidupan sehari-hari. Para pakar pun menekankan pentingnya menjaga keseimbangan, memvalidasi informasi dengan manusia sungguhan, serta tidak kehilangan koneksi dengan dunia nyata. (*/)
Artikel ini telah dibaca 66 kali