KalbarOke.com — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendesak adanya peninjauan ulang terhadap sistem alokasi kuota penangkapan Tuna Sirip Biru Selatan (Southern Bluefin Tuna) agar lebih adil dan proporsional, khususnya bagi negara berkembang.
Permintaan ini disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat membuka sidang tahunan ke-32 Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) di Bali, Senin (6/10).
Dalam sambutannya, Menteri Trenggono menyoroti ketimpangan dalam pembagian kuota tangkap tuna di tingkat global. Ia menyebut kuota Indonesia yang saat ini hanya 1.366 ton tidak mencerminkan kontribusi nyata dan posisi strategis Indonesia sebagai wilayah pemijahan penting spesies tersebut.
“Negara-negara pesisir seperti Indonesia yang memikul tanggung jawab melestarikan dan mengelola habitat pemijahan Tuna Sirip Biru Selatan semestinya menerima perlakuan yang adil dan peluang yang berarti,” tegas Trenggono.
Karena itu, Indonesia secara resmi meminta penambahan kuota penangkapan hingga 3.000 ton, sejalan dengan potensi sumber daya perikanan nasional dan kebutuhan ekonomi nelayan lokal.
Dorong Prinsip Keadilan dan Kesetaraan
Trenggono menegaskan, pembagian kuota harus berlandaskan prinsip keadilan dan kesetaraan, sebagaimana diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Ia menilai sistem alokasi saat ini belum mempertimbangkan kondisi negara berkembang yang bergantung pada sumber daya laut untuk keberlanjutan ekonomi dan ketahanan pangan.
Indonesia juga menegaskan komitmennya terhadap pengelolaan perikanan berkelanjutan melalui penerapan sistem penangkapan berbasis kuota, pemantauan elektronik, dan buku catatan digital berbasis kecerdasan buatan (AI) guna memastikan transparansi dan kepatuhan.
Dorongan Dialog Konservasi dan Iklim Global
Selain isu kuota, Indonesia juga mendorong CCSBT memperkuat dialog tentang kawasan konservasi laut, pengelolaan berbasis ekosistem, dan dampak perubahan iklim terhadap stok tuna global.
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia mengajukan proposal inisiatif dialog terbuka untuk memperkuat kerja sama antarnegara anggota CCSBT. Langkah ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap agenda 30×30 Global Biodiversity Framework, Agreement on Biodiversity Beyond National Jurisdiction (BBNJ), serta kerangka Blue Economy Indonesia.
“Kekuatan CCSBT tidak hanya terletak pada sains dan kepatuhan, tetapi juga pada solidaritas dan keadilan,” ujar Trenggono.
Tentang CCSBT
Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) adalah organisasi internasional yang bertugas mengatur pengelolaan dan konservasi stok Tuna Sirip Biru Selatan di Samudera Hindia dan wilayah sekitarnya.
Saat ini, terdapat delapan anggota CCSBT, yaitu: Australia, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, Fishing Entity of Taiwan, Afrika Selatan, dan Uni Eropa. Indonesia sendiri menjadi anggota penuh sejak tahun 2008 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2007.
Harapan Indonesia
Menutup pidatonya, Menteri Trenggono berharap sidang CCSBT di Bali menghasilkan keputusan yang adil, seimbang, dan inklusif demi keberlanjutan Tuna Sirip Biru Selatan bagi generasi mendatang.
“Kami ingin memastikan bahwa keadilan dan tanggung jawab bersama menjadi fondasi utama dalam pengelolaan sumber daya laut dunia,” tutupnya. (*/)