Kisah TKI Bermasalah di Perantauan

Muzakkir (kanan) dan temannya saat duduk di depan shelter Dinsos Kalbar menunggu jadwal pemulangan. Foto Tri Yuliansyah

Mengadu nasib di negeri tetangga, memang tidaklah mudah. Apalagi jika dokumen yang dimiliki tidak lengkap. Nekat bekerja secara illegal, berbuah duka terpaksa masuk penjara. Perlakuan tak sedap pun mereka alami selama di bui. Inilah kisah para TKI bermasalah yang dideportasi Imigrasi Malaysia, sesampainya ke tanah air.

Pontianak – Muzakkir duduk termenung di Selter Dinas Sosial Kalimantan Barat, Kamis (18/10) Siang. Dia merupakan satu di antara 95 TKI bermasalah yang dideportasi Imigrasi Malaysia. Melewati Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Tebedu Entikong, Kabupaten Sanggau, Muzakkir dan TKI lainnya, tiba di Kota Pontianak. Kini dia hanya bisa pasrah menanti jadwal keberangkatan. Menunggu dipulangkan ke kampung halaman.

“Di sana, saya sempat dipenjara. Kalau tidak salah sekitar tiga bulan 20 hari,” ungkap Muzakkir menceritakan.

Dia ditangkap saat sedang tertidur lelap. Sekitar pukul sebelas malam, seingatnya sekilas melihat jam. Rumah yang ditempatinya digerebek Polis Diraja Malaysia. Tak ada paspor yang bisa diperlihatkan. Karena ditahan oleh perusahaan di tempat pertama dia bekerja. Sebab kala ditangkap, Muzakkir sebenarnya dalam masa pelarian. “Di situ kami ada tujuh orang, semua langsung ditahan. Karena tidak ada dokumen,” sesalnya.

Baca :  Ajang Artis Dayak Kembali Digelar, DAD Pontianak: Momentum Kebangkitan Seni Dayak

Di masa pelarian, Muzakkir bekerja di sebuah rumah sakit. Dia berencana mencari uang agar bisa pulang ke tanah air. Karena tidak memegang uang sedikit pun saat kabur dari tempat awalnya bekerja. Namun naas, baru selama tujuh hari kerja sudah ditangkap. “Nama lokasinya kalau tidak salah, Sariaman, Serawak, Malaysia. Saya cari uang untuk bisa pulang, karena waktu di perusahan tidak mau kasi uang. Paspor juga di tahan mereka,” katanya.

Sebagian TKI yang dideportasi Malaysia masih berada di selter Dinas Sosial Provinsi Kalbar menunggu dipulangkan ke kampong halaman. Foto Tri Yuliansyah

Awalnya, Muzakkir ditipu agen saat masih di Aceh, tanah kelahirannya. Terpaksa mengadu nasib ke Malaysia, karena sulit mencari kerja di kota tempat tinggalnya. Sudah berkeluarga, memaksa Muzakkir bersikap nekat. Malaysia menjadi Negara tujuan untuk mengadu nasib. “Janjinya kerja sebagai buruh bangunan, namun sesampai di sana hanya jadi tukang ambil buah sawit sama menebas rumput, bahkan gajinya pun tidak sesuai,” ungkapnya.

Hal itulah yang membuat Muzakkir kabur. Baru dua bulan bekerja dia memutuskan untuk hengkang.  Lari dari perkebunan sawit dan kerja di rumah sakit agar bisa punya uang untuk pulang. Tapi nasib berkata lain, Muzakkir terpaksa merasakan dinginnya jeruji besi sel tahanan. Saat di penjara, dia mengaku bersama TKI lainnya merasa sengsara. Selain karena barang yang dimiliki disita, saat berada dalam tahanan pun para TKI mendapat makan tidak sesuai porsi. Bahkan biasa diperlakukan dengan cara tidak manusiawi.

Baca :  Aliansi Masyarakat Tuntut Gubernur Benahi Bank Kalbar, Soroti Kepemimpinan Rokidi yang Dinilai Merugikan

“Makan di penjara itu kayak makan seperti ayam. Susahlah, makannya cuma sedikit. Dikasi makan jam tiga sore, kadang-kadang kalo pagi jam delapan atau jam sembilan. Itupun dikasinya cuma dua biji roti dengan kopi tanpa gula,” kenangnya.

Meski Muzakkir tidak pernah dipukul, namun beberapa teman TKI lainnya ada diperlakukan demikian. Mereka sempat dipukul oleh Police Diraja Malaysia. “Saya tidak ada dipukul, kalo kawan ada, mungkin dia ada kesalahan. Sedangkan saat dipulangkan, kami tidak dikasi duit sepeser pun, malah uang yang ikut disita tidak dikembalikan,” cerita Muzakkir, seraya menyatakan tidak jera dan nekat akan kembali mengadu nasib ke Malaysia namun mengurus perizinan secara lengkap. (UL)

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 5890 kali