KalbarOke.com – Malam itu, Minggu 10 Agustus 2025, udara di Banyusari terasa lembap. Lampu-lampu toko yang mulai meredup memberi tanda pasar akan segera sepi. Namun bagi petugas piket Polsek Banyusari, malam justru baru dimulai.
Aipda Ika Novian Nugraha bersama timnya menyalakan mesin motor dinas. Sirene tak berbunyi—ini bukan razia besar, melainkan patroli Kring Serse, metode pengawasan senyap untuk menyisir lokasi rawan kriminalitas.
Dari Pasar Gempol hingga perbatasan Banyusari – Cilamaya Wetan, mereka melaju pelan, memperhatikan setiap sudut jalan. Di pertokoan, minimarket, hingga kawasan perbankan, tatapan mata mereka mencari tanda-tanda aktivitas mencurigakan: geng motor, pemuda nongkrong sambil minum, atau pelaku 3C (curas, curat, curanmor).
Ketika tiba di sebuah toko jamu di area Pasar Gempol, insting polisi mulai bekerja. Dari luar, toko itu tampak biasa: botol-botol ramuan herbal tersusun rapi. Tapi saat petugas masuk, mata Aipda Ika menangkap dua botol kecil berisi cairan bening—bukan jamu, melainkan arak.
“Ini jelas melanggar,” ucapnya singkat. Pemilik toko hanya terdiam, menatap botol yang kini berada di tangan polisi. Tidak ada perlawanan, hanya percakapan singkat berisi imbauan: jangan menjual minuman beralkohol tanpa izin.
Kapolsek Banyusari, Iptu Budi Santoso, menegaskan bahwa patroli ini bukan sekadar mencari pelanggaran, tapi menjaga kondusifitas wilayah. “Kami ingin masyarakat merasa aman. Patroli seperti ini mencegah tawuran, balapan liar, hingga peredaran miras,” katanya.
Malam itu, polisi tak menemukan geng motor atau kerumunan pemuda yang mabuk. Tapi dua botol arak di toko jamu cukup menjadi pengingat bahwa ketertiban butuh kewaspadaan terus-menerus.
Saat tim patroli kembali menyalakan mesin motor, suasana pasar sudah semakin hening. Hanya terdengar suara knalpot dan desiran angin malam. Tugas malam belum selesai—masih banyak jalan yang harus disusuri demi memastikan Banyusari tetap aman. (*/)
Artikel ini telah dibaca 24 kali