Nelayan Lokal Protes, Kapal Andon Beroperasi di Batu Ampar

KUBU RAYA, KB1- Nelayan Desa Padang Tikar Satu, Kecamatan Batu Ampar mengeluhkan masuknya delapan belas kapal andon dari daerah luar masuk perairan Batu Ampar. Keberadaan kapal dengan mesin 300 GT tersebut sudah mangkal di perairan Batu Ampar sekitar tiga bulanan lalu.

Sebut saja Mos, nelayan Batu Ampar kepada kalbarsatu.co mengaku kehadiran kapal nelayan andon mengurangi hasil tangkapan nelayan lokal. Menurutnya, sebelum adanya nelayan Andon beroperasi ke perairan kami, tiap nelayan dalam sehari bisa memperoleh sekitar 70 kilogram rajungan.

“Begitu kapal Andon datang, hasil tangkapan nelayan di tempat kami berkurang. Bahkan satu hari kami hanya bisa mendapatkan 5 kilogram rajungan saja,” kata Mos.

Di pasaran harga rajungan Rp 25 ribu per kilogram. Dengan jumlah pendapatan rajungan segitu, hanya cukup untuk menutupi biaya operasional. “Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari jelas tidak ada,” tuturnya.

Bandingkan dengan nelayan Andon, dalam sekali berlayar, kapal di bawah kendali sekitar 4-5 orang Anak Buah Kapal (ABK) 500-600 kilogram untuk satu kapal, selama lima hari di laut.
Menurut Mos, dengan memiliki armada yang kecil, jelas tidak mampu bersaing dengan para nelayan kapal andon. Permasalahan ini sebenarnya sudah disampaikan kepada kepala desa, dengan harapan dinas terkait menyikapi keluhan para nelayan setempat.

Kuat dugaan, masuknya belasan kapal andon di Batu Ampar ilegal. Masalahnya pada Mei 2014, Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar melansir hanya memberikan izin kepada 12 kapal nelayan “andon” atau nelayan yang berasal dari luar daerah untuk mencari ikan di wilayah Perairan Kalimantan Barat.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar, Gatot Rudiyono mengatakan keberadaan nelayan andon diatur dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. Keputusan itu mempertimbangkan musim ikan yang selalu berpindah. Misalnya musim ikan suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, sementara nelayan mengikuti arah ikan yang berlaku sejak zaman dulu.

Ia menambahkan seiring otonomi daerah, nelayan suatu daerah yang ingin mencari ikan di daerah lain harus mendapat izin dari pemerintah kabupaten kota maupun provinsi yang didatanginya.

“Kewenangan pemberian perizinan kapal itu dibagi atas tiga,” katanya dikutip antarakalbar.

Pertama, dari kabupaten dan kota, bagi kapal nelayan berukuran kurang dari 10 GT yang mencari ikan di perairan yang kurang dari 4 mil. Kedua, dari pemerintah provinsi yang diperuntukkan bagi nelayan dengan kapal berukuran 10 GT sampai 30 GT, yang mencari ikan di perairan dengan jangkauan empat mil hingga 12 mil. Ketiga, dari pemerintah pusat bagi kapal nelayan berukuran di atas 30 GT dengan jangkauan di atas 12 mil.

“Kami punya kewenangan untuk menolak dan menerima nelayan andon
tersebut,” katanya.

Nelayan andon, kata dia, juga harus bisa menghidupkan ekonomi setempat.
“Ikan hasil tangkapannya harus dijual di sini. Jika ingin dibawa ke daerah asal mereka, harus masuk gudang pendingin dulu, sehingga memiliki nilai tambah bagi pendapatan asli daerah,” kata dia. (ags)

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 1606 kali