Pakar Hukum Tata Negara: Wacana Polri di Bawah Kementerian Bertentangan Semangat Reformasi

Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi menilai wacana menempatkan Polri di bawah kementerian bertentangan dengan prinsip reformasi. Foto: Divisi Humas Polri

KalbarOke.com – Pakar Hukum Tata Negara, Muhammad Rullyandi, angkat bicara mengenai wacana reposisi atau reformasi kelembagaan Polri, khususnya usulan yang menyebut Polri sebaiknya ditempatkan di bawah kementerian. Ia menilai gagasan tersebut tidak sesuai amanat reformasi dan justru menjadi langkah mundur dalam penataan kelembagaan negara.

Menurut Rullyandi, posisi Polri yang saat ini langsung berada di bawah Presiden sudah sejalan dengan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta TAP MPR Nomor VI dan VII Tahun 2000. Ketentuan ini merupakan bagian penting dari agenda reformasi yang memisahkan TNI dan Polri, sekaligus memperkuat peran kepolisian sebagai alat negara.

“Kedudukan Polri di bawah Presiden merupakan desain yang sudah final dalam kerangka reformasi. Penempatan ini justru memastikan Polri dapat menjalankan fungsi keamanan, ketertiban, dan pelayanan publik secara efektif,” tegas Rullyandi.

Reformasi Polri Merupakan Proses Panjang

Ia menjelaskan bahwa reformasi kelembagaan Polri telah berlangsung sejak awal kemerdekaan, melalui berbagai perubahan posisi—mulai dari berada di bawah Perdana Menteri hingga kembali di bawah Presiden. Evolusi tersebut menunjukkan proses konsolidasi peran strategis Polri dalam struktur negara modern.

Baca :  Tiga Korban Kebakaran Gedung Terra Drone Teridentifikasi DVI Polri Diserahkan ke Keluarga

Secara filosofis, kata Rullyandi, keberadaan kepolisian adalah unsur fundamental pembentuk negara. Di berbagai negara, polisi ditempatkan sebagai alat negara yang menjalankan fungsi keamanan, ketertiban, penegakan hukum, serta perlindungan masyarakat, dengan beragam model dari terfragmentasi hingga tersentralisasi.

Indonesia, sebagai negara kepulauan, dinilainya tepat menerapkan model kepolisian terintegrasi dengan komando berjenjang dari pusat hingga daerah melalui Polda, Polres, dan Polsek.

“Koordinasi antara Presiden dan Polri akan jauh lebih efisien bila Polri tetap berada langsung di bawah Presiden. Memindahkannya ke bawah kementerian justru berpotensi menimbulkan tumpang tindih dan memperpanjang birokrasi,” jelasnya.

Peran Kompolnas Sudah Mengisi Ruang Pengawasan

Rullyandi menambahkan bahwa Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) telah menjalankan fungsi strategis sebagai lembaga pembantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan kepolisian, termasuk memberikan pertimbangan terkait pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Dengan struktur ini, reposisi Polri ke bawah kementerian dinilai tidak memiliki alasan kuat.

Baca :  Dana Pensiun ASN Diselewengkan Rp1 Triliun, KPK Pulihkan Ratusan Miliar dan Tegaskan Negara Hadir Lindungi Hak ASN

“Kompolnas sudah menjadi auxiliary state organ yang membantu Presiden dalam fungsi kepolisian. Desain ini membuat birokrasi tetap efisien dan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan,” ujarnya.

Bertentangan dengan Semangat Reformasi 1998

Ia menegaskan bahwa wacana menempatkan Polri di bawah kementerian bertentangan dengan prinsip ketatanegaraan Indonesia serta semangat reformasi 1998, yang mendorong profesionalisme, modernisasi, dan kedekatan Polri dengan masyarakat.

“Penempatan Polri langsung di bawah Presiden adalah pilihan paling tepat untuk menjaga keamanan, menegakkan hukum, dan memberikan pelayanan publik secara optimal,” pungkas Rullyandi.

Wacana tersebut pun kembali memantik diskusi publik mengenai arah reformasi kepolisian dan struktur ideal Polri dalam menjawab tantangan negara ke depan. (*/)