
SAMBAS, KB1 – Bila harga nenas di beberapa pasar di Pontianak sangat berfluktuatif, jutsru hal yang ironis terjadi di Sepale, Kabupaten Sambas. Salah satu desa penghasil nenas ini, petaninya sering mengeluhkan pemasaran. “Kalau sudah lagi musim nenas, malah kami bingung untuk menjualnya kemana,” ujar Daud, seorang warga Sepale, ketika berbincang di pasar Sambas, kemarin.
Selain bercocok tanam padi, petani di Desa Sepale, juga menanam nenas di sela-sela perkebunan karet mereka. Meskipun hanya sebagai tanaman sela, diwaktu tertentu, jika sedang musim berbuah, maka petani akan kebanjiran buah nenas. Untuk konsumsi keluarga jelas berlebih. Produk yang melimpah lantas dijual.
Nah, ketika hendak dijual inilah, aspek pemasaran malah muncul. Khusus untuk di jual di Sepale tentu tidak memungkinan, lantaran hampir merata petani di sini juga menanam nenas. “Mau dibawa keluar, tapi kemana ya. Bisanya dijual seribu atau dua ribu yang ukuran besar, pun sulit lakunya,” cerita Daud.
Menurut Hendra, penggiat advokasi tani di Kabupaten Sambas, masalah yang dihadapi oleh petani nenas di Sepale tersebut tidak lain adalah pemasaran. Akibat pemasaran yang hanya berkutat di lokal, sehingga menyebabkan produk pertanian tersebut oleh sulit untuk dijual. Padahal kenyataannya, kata dia, beberapa pasar di tempat lain, harga nenas justru sangat fluktuatif. Pada waktu tertentu ketikak produksi nenas sedang sedikit, harganya bakal meroket.
Karena itu, kata Hendra, perlu ada upaya untuk memfasilitasi penjualan hasil pertanian tersebut. Bisa dilakukan oleh pedagang pengumpul, dengan mengambil produk pertanian tadi untuk kemudian dibawa ke luar atau ke pasar yang lebih ramai, seperti di Pemangkat, Singkawang dan bahkan Pontianak. “Ini prosepek yang bagus sebenarnya. Mestinya ada pemain yang jeli untuk melihat bisnis produk pertanian lokal yang begini,” ungkapnya.(awr/01)
Artikel ini telah dibaca 2504 kali