APBD Kalbar Mengkhawatirkan: Realisasi Belanja Daerah Baru 55%, Tergolong Rendah Menjelang Akhir Tahun Anggaran

APBD Kalbar Mengkhawatirkan: Realisasi Belanja Daerah Baru 55%, Tergolong Rendah Menjelang Akhir Tahun Anggaran. (Foto: Adpim)

KalbarOke.Com – Realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) menjadi sorotan utama, mengingat per November angkanya masih berada di level 55,44 persen. Angka ini dinilai tergolong rendah untuk periode yang sudah mendekati akhir tahun anggaran.

Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, melaporkan capaian ini saat mengikuti Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi Anggaran dan Belanja Daerah (APBD) secara daring yang dipimpin langsung oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Akhmad Wiyagus, Kamis (6/11/2025).

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Akhmad Wiyagus dalam rapat tersebut menegaskan kembali pentingnya percepatan penyerapan anggaran. Menurutnya, APBD adalah motor utama penggerak roda perekonomian daerah dan nasional.

“Pemerintah daerah diminta segera mengambil langkah-langkah konkret untuk percepatan realisasi APBD. Hal ini penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” tegas Akhmad Wiyagus.

Wamendagri menekankan bahwa penundaan belanja daerah harus dihindari, sebab percepatan realisasi akan mempercepat peredaran uang di masyarakat. Efeknya, daya beli dan aktivitas ekonomi lokal akan terdorong.

Baca :  Jalan Lingkar Barat Singkawang 14 KM Segera Dibangun, Pemkot Siapkan Lahan Melalui Hibah Masyarakat

“Sekali lagi saya minta kepada seluruh daerah agar segera melaksanakan realisasi pendapatan dan belanja, karena ini menjadi indikator keberhasilan daerah dalam mengelola anggaran yang berdampak langsung pada pembangunan,” ujarnya.

Gubernur Ria Norsan melaporkan bahwa hingga saat ini, capaian realisasi pendapatan daerah Kalbar menunjukkan kinerja yang cukup baik, mencapai 82,78 persen dari target. Namun, situasi berbeda terlihat pada pos pengeluaran.

Realisasi belanja daerah yang hanya mencapai 55,44 persen menjadi perhatian serius. Secara umum, pada periode Triwulan IV (Oktober-Desember), realisasi belanja idealnya harus jauh lebih tinggi, seringkali di atas 70 persen, untuk memastikan seluruh program dan proyek pembangunan berjalan optimal.

Realitas 55 persen di bulan November mengindikasikan adanya perlambatan signifikan dalam pelaksanaan program pemerintah daerah. Rendahnya penyerapan anggaran dapat menimbulkan sejumlah dampak negatif, antara lain:

Baca :  Perkuat Ukhuwah dan Peran Intelektual, Ratusan Alumni HMI Kalbar Gelar Maulid Nabi dan Konsolidasi

1. Hambatan Ekonomi: Belanja pemerintah adalah salah satu pendorong utama ekonomi lokal. Serapan yang lambat dapat menghambat perputaran uang dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi daerah.

2. SILPA Tinggi: Rendahnya penyerapan ini berpotensi menyebabkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) yang tinggi. SILPA yang besar sering diartikan sebagai ketidakefektifan dalam perencanaan dan pelaksanaan program.

Meski demikian, Gubernur Ria Norsan menyatakan optimismenya. “Namun sektor belanja yang masih di angka 55 persen lebih menjadi perhatian kami. Saya optimis pada akhir tahun realisasi belanja dapat mencapai 90 persen lebih, bahkan 100 persen,” ujar Gubernur.

Optimisme ini tentu perlu dibarengi dengan langkah-langkah strategis dan percepatan eksekusi program yang konkret, mengingat waktu efektif tahun anggaran 2025 hanya tersisa hitungan minggu.