Perjalanan waktu hakikatnya adalah momentum. Di sepuluh Zulhijah. Momen spesial ini yaitu Idul Adha. Biasa juga orang menyebutnya Hari Raya Qurban atau Hari Raya Haji. Biarpun, lagi lagi, ada perbedaan waktunya untuk merayakan di Indonesia, 16 Juni dan 17 Juni, tetap tak mengurangi sedikitpun makna dan pesan dari Idul Adha.
Kisah penting dalam Idul Adha, saban tahun, tetap melekat di sanubari dan ingatan. Ia menjadi tema utama khutbah Idul Adha. Yaitu kisah keluarga Nabi Ibrahim. Tentang keimanan, ketaqwaan, kesolehan. Relasi yang luar biasa antara suami, istri, ayah, ibu, dan anak. Cukup menggetarkan hati ini, siapapun yang mendengarkannya. Tak jarang jemaah solat Id berkaca dan meneteskan air mata, menyimak untaian kata dari sang khatib, yang biasanya dengan fasih menguraikan.
Setelah khutbah selesai, lalu ritual dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban. Ada sapi dan juga kambing. Walaupun ternak lain seperti domba, onta dan hewan halal lainnya diperbolehkan, namun dikita, yang sering dikurbankan setiap Idul Adha yaitu sapi dan mbeek alias kambing. Penyembelihan, pembersihan, dan mengemas daging hewan kurban, perlu gotong royong. Setelah siap, daging ditebar ke mereka yang membutuhkan. Idealnya, paling utama yang menerima atau diberikan daging adalah mereka kalangan kurang mampu.
Seperti juga Idul Fitri. Menyemarakan Hari Raya Haji, lebaran Idul Adha, pun tersedia aneka makanan. Ada kue mue dan masakan berhari raya seperti ketupat, rendang, opor dan lainnya. Bahkan di daerah tertentu di Indonesia, termasuklah salah satunya di Kabupaten Sambas. Semarak Idul Adha dan Idul Fitri di wilayah paling utara Kalbar ini, kadang tak jauh berbeda. Sanak kerabat, tetangga, saling berkunjung. Sambil bersilaturahmi, tetamu berngobrol ria sembari menyantap hidangan ketupat dan kue mue lebaran.
Sebagai salah satu daerah di Indonesia yang Idul Adha nya cukup semarak, wajar kiranya apabila Sambas juga menjadikan Hari Raya Kurban kali ini sebagai momentum. Selain teori momentum diawal tulisan ini tadi, juga bisa ditambah satu lagi yaitu teori ‘cocokologi’. He..he..he. Cocokologinya; lebaran Haji tahun ini menjadi agak spesial, dimana hadir dimusim Pemilukada yang tahapannya sedang berlangsung. Ehmmm.
Mumpung pembentukan kutub pasangan kontestan calon kepala daerah di Kabupaten Sambas masih cair dan terus bergerak (malah infonya yang terang baru satu kutub), boleh juga sepertinya jika ada yang mengusung slogan tambahan. Memanfaatkan momentum Idul Adha, sehingga kata ‘Kurban’ bisa menjadi padanan. Bunyinya bisa menjadi; Sambas Berkurban.
Pun jika dipadankan dengan slogan atau jargon yang sudah ada selama ini di masyarakat-jelang Pemilukada, iramanya juga pas-dengan menganut teori cocokologi tadi. Diantara varian jargonnya yaitu; Berkurban untuk Sambas Berkah Berkemajuan, Berkurban untuk Sambas Bermarwah, Berkurban untuk Sambas Gemilang, Berkurban untuk Sambas Beradab dan banyak lagi slogan yang lainnya bisa tercipta atau dipadankan dari momentum Idul Adha kali ini.
Menaruh perhatian fokus ke wilayah paling utara Kalbar, bagi mereka orang Sambas, tentu sebagai hal yang wajar. Berpenduduk lebih dari setengah juta, Kabupaten Sambas adalah salah satu aset nusantara dengan bonus demografi yang dimilikinya. Secara posisi wilayah, Sambas juga merupakan daerah strategis. Lokasi daratannya berbatasan langsung dengan Sarawak, garis pantainya menghadap ke Natuna, laut Cina Selatan, Singapura dan semenanjung Malaysia. Bukan hanya menjadi lintasan, apa yang terkandung di laut tersebut menjadikan Sambas masuk dalam peta kompetisi internasional antara blok barat Amerika dan blok timur China. Belum lagi dalam hal sejarah, budaya dan adat istiadatnya, Sambas cukup terkenal dan diperhitungkan di zamannya kala itu. Maka tak heran, di musium Kuala Lumpur, dalam peta sebaran Islam di tanah Borneo, Sambas ikut disebut termasuk yang tertua disambangi Islam.
Sumberdaya alam juga melimpah. Mulai dari sumberdaya bahari, sungai, hingga pertanian dan perkebunan. Karet, kopi, kelapa, lada, dan tanaman palawija serta tanaman pendukung lainnya, adalah diantara komoditas yang perlu dikelola, mulai dari budidaya hingga pasca panennya. Demikian juga julukan sebagai lumbung padi yang disandang Sambas, harus terus dikembangkan, baik secara instensifikasi maupun ekstensifikasi.
Nah, mumpung ada momentum Pemilukada, segala sumberdaya tersebut harus dieksplore, baik dalam perbincangan maupun diskusi formal dan informal. Segenap komponen orang Sambas tak semata terjebàk pada naluri untuk hingar bingar mengelus jagoan masing masing yang akan diusung berkontestasi sebagai kepala daerah, terlebih sampai terjebak saling serang di media sosial untuk hal yang tak substansial. Siapapun yang tampil dan mendapat mandat dari rakyat, diharapkan dan didorong agar benar benar mampu serta serius untuk memajukan Kabupaten Sambas.
Pepatah berikut juga patut direnungkan. Apalah arti sebuah nama. Apalah arti suatu jargon atau slogan. Tanpa ada keseriusan dan komitmen untuk melaksanakan, maka slogan yang ada hanya akan menjadi untaian kata yang terpajang begitu saja, hambar, tanpa kekuatan atau getaran. Bahkan slogan atau jargon indah tersebut sulit diharapkan akan mampu menggerakan. Karenanya dibutuhkan pengorbanan. Semua elemen harus rela berkorban; waktu, pikiran, dan energi untuk mewujudkan apa yang dicita citakan tentang Sambas. Mimpi tentang Sambas yang semakin maju, rakyatnya makmur, dan sejahtera.
Selamat Idul Qurban
Happy Eid Adha 1445 H
Mohon maaf lahir dan batin!! ** (Penulis biak Pemangkat dan berkerja di media)
Artikel ini telah dibaca 3864 kali