Satgas Pangan Polri Naikkan Kasus Beras Oplosan ke Penyidikan, Potensi Kerugian Capai Rp99 Triliun

Satgas Pangan Polri resmi meningkatkan status kasus beras tak sesuai mutu ke tahap penyidikan. Divisi Humas Polri

KalbarOke.com – Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri resmi meningkatkan status penanganan kasus beras tak sesuai standar mutu dan takaran ke tahap penyidikan. Langkah ini diambil setelah ditemukan bukti kuat dugaan tindak pidana pengoplosan beras yang dilakukan sejumlah produsen besar di Indonesia.

“Berdasarkan hasil penyelidikan dan gelar perkara, ditemukan dugaan peristiwa pidana sehingga statusnya dinaikkan ke penyidikan,” kata Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis 24 Juli 2025.

Penyidikan bermula dari surat resmi Menteri Pertanian kepada Kapolri tertanggal 26 Juni 2025, yang berisi hasil investigasi terhadap mutu dan harga beras kategori premium dan medium. Investigasi dilakukan di 10 provinsi pada periode 6–23 Juni 2025, dengan total 268 sampel dari 212 merek beras.

Baca :  Menteri UMKM Maman Abdurrahman Klarifikasi Polemik Surat Kunjungan Istri ke Eropa di KPK

Dari hasil pengecekan, Satgas menyita sejumlah merek populer seperti Setra Ramos, Setra Ramos Super, Fortune, Sovia, Sania, Resik, Setra Wangi, dan Beras Setra Pulen Alfamart, yang diproduksi oleh perusahaan besar seperti PT PIM, PT FS, dan Toko SY.

“Temuan kami pada beras premium menunjukkan 85,56 persen tidak sesuai mutu standar, 59,78 persen dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 21,66 persen memiliki berat kemasan di bawah standar,” jelas Helfi.

Lebih buruk lagi, pada kategori beras medium ditemukan ketidaksesuaian mutu sebesar 88,24 persen, ketidaksesuaian harga di atas HET sebesar 95,12 persen, dan berat kemasan di bawah standar mencapai 90,63 persen.

Kerugian masyarakat ditaksir mencapai Rp99,35 triliun per tahun, terdiri dari Rp34,21 triliun pada beras premium dan Rp65,14 triliun pada beras medium.

Baca :  Kasus Pencurian Emas Rp330 Juta Terungkap, Pelaku Ternyata Oknum Brimob

Atas dugaan tersebut, penyidik menyangkakan pelaku melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 62 Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Ancaman hukuman dalam UU Perlindungan Konsumen maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar. Sementara untuk TPPU, hukumannya bisa mencapai 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar,” tegas Brigjen Helfi.

Satgas Pangan Polri menegaskan komitmennya untuk terus menindak tegas pelaku kecurangan di sektor pangan demi melindungi hak konsumen dan menjaga kestabilan ekonomi nasional. (*/)

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 87 kali