Akses Sehat Merata: Sekda Kalbar Soroti Minat Dokter yang Enggan Berlama-lama di Daerah Terpencil

Akses Sehat Merata: Sekda Kalbar Soroti Minat Dokter yang Enggan Berlama-lama di Daerah Terpencil. (Foto: Adpim)

KalbaOke.Com – Isu minimnya pemerataan tenaga medis, khususnya dokter spesialis, di daerah terpencil menjadi sorotan utama dalam agenda Musyawarah Wilayah (Muswil) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Barat Tahun 2025. Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat (Sekda Kalbar), dr. Harisson, menekankan bahwa masyarakat di pelosok memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang setara dengan masyarakat di perkotaan.

Muswil IDI Kalbar 2025, yang dibuka resmi oleh Sekda Harisson di Hotel Ibis Pontianak pada Sabtu (15/11/2025), dirangkai dengan Seminar Ilmiah bertema “World Sight Day dan World Diabetes Day,” yang membahas pentingnya kolaborasi multidisiplin dalam penanganan penyakit tidak menular seperti Diabetes Melitus.

Dalam sambutannya, Sekda Harisson menyoroti masalah serius terkait retensi dokter—lama waktu dokter bersedia menetap dan bertugas—di wilayah yang jauh dari pusat kota.

“Banyak dokter tidak mau berlama-lama di daerah. Padahal, masyarakat di daerah terpencil memiliki hak yang sama atas pelayanan kesehatan yang memadai,” tegas Harisson.

Ia mendorong IDI sebagai organisasi profesi untuk berperan lebih aktif dalam mengidentifikasi akar permasalahan ini. Faktor-faktor yang perlu dikaji meliputi kesejahteraan dan akses pengembangan kompetensi (ilmu pengetahuan).

Baca :  Dukung Program Kemensos, Kalbar Perkuat Pilar Sosial dan Sekolah Rakyat: Kunci Sinergi Entaskan Kemiskinan Ekstrem

“IDI harus mencari tahu apa masalahnya. Apakah ini soal kesejahteraan, atau soal akses ke ilmu [pelatihan dan pengetahuan baru], agar dokter bisa betah dan retensinya lebih lama,” jelasnya, menekankan pentingnya solusi komprehensif.

Untuk mengatasi tantangan ini, Sekda Harisson menyatakan dukungannya terhadap inovasi dalam sistem pendidikan dokter spesialis. Ia mendukung penuh inisiatif agar program pendidikan spesialis dapat mendekat ke kabupaten.

“Jika pendidikan spesialis bisa mendekat ke kabupaten, saya sangat mendukung. Dengan begitu, dokter tidak perlu meninggalkan pasien yang mereka layani di daerah,” pungkasnya.

Langkah ini diharapkan mampu menjaga kesinambungan pelayanan pasien sekaligus memungkinkan dokter di daerah untuk meningkatkan keahlian tanpa harus berpindah tempat.

Di luar isu pemerataan, Sekda juga menyinggung dinamika perkembangan ilmu kedokteran yang justru lahir dari perbedaan pendapat antartenaga medis.

Menurutnya, perbedaan pandangan tersebut merupakan motor penggerak penelitian dan bukti ilmiah baru yang membuat dunia kedokteran terus maju.

Baca :  Jati Diri Perbatasan: Rumah Betang Bidayuh Labak Nyeru Diresmikan di Entikong Sanggau

Meskipun demikian, kemajuan kepakaran harus selalu diimbangi dengan etika profesi yang kuat. Ia menekankan pentingnya menjaga martabat organisasi melalui etika, seperti “tidak menjelekkan sejawat, menjaga kebersamaan, dan selalu memperlakukan rekan dokter sebagaimana kita ingin diperlakukan.”

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar IDI (PB IDI), dr. Telogo Wisma Agung Durmanto, menyampaikan kabar baik terkait isu pemenuhan Satuan Kredit Profesi (SKP).

Banyak dokter selama ini kesulitan memenuhi ketentuan 250 SKP dalam kurun waktu 5 tahun sebagai syarat perpanjangan Surat Izin Praktik (SIP).

“Jika sampai akhir 2025 SKP masih kurang, silakan hubungi ketua cabang setempat untuk diterbitkan surat kecukupan SKP,” imba dr. Telogo.

Ia juga menginformasikan adanya rencana penurunan syarat SKP secara signifikan menjadi 100 SKP, menunggu putusan dari Mahkamah Konstitusi. Regulasi yang diubah ini tentu akan sangat membantu dan meringankan beban rekan-rekan dokter dalam memperbarui izin praktik mereka.