Skandal Beras Oplosan PT PIM, Ini Penjelasan Tindak Pidana Ketiga Tersangka

Polri mengungkap skandal beras oplosan oleh PT PIM, produsen merek Sania, Fortune, Sovia, dan Siip. Tiga pejabat perusahaan ditetapkan sebagai tersangka karena memproduksi beras premium tak sesuai standar mutu nasional. Foto: Divisi Humas Polri

KalbarOke.com – Skandal besar kembali mencoreng industri pangan nasional. Bareskrim Polri mengungkap tindak pidana pemalsuan mutu beras yang dilakukan oleh PT PIM, produsen beras dengan merek terkenal seperti Sania, Fortune, Sovia, dan Siip. Perusahaan ini diduga memproduksi beras premium yang tidak memenuhi standar mutu nasional.

Dalam konferensi pers yang digelar Selasa 5 Agustus 2025, Kepala Satgas Pangan sekaligus Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Helfi Assegaf, mengungkap bahwa pihaknya telah memeriksa 24 saksi, termasuk ahli perlindungan konsumen, ahli laboratorium, dan ahli pidana.

“Dari hasil penyidikan, kami menetapkan tiga tersangka: S sebagai Presiden Direktur PT PIM, AI sebagai Kepala Pabrik, dan DO sebagai Kepala Quality Control,” ungkap Helfi.

Kasus ini bermula dari Laporan Polisi Nomor LP/A/22/VII/2025 pada 23 Juli 2025. Penyelidikan kemudian mengarah pada temuan beras oplosan yang dikemas sebagai beras premium, tetapi tidak sesuai dengan SNI Beras Premium No. 6128:2020, Permentan No. 31 Tahun 2017, dan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 2 Tahun 2023.

Baca :  Bareskrim Usut Tambang Ilegal Zirkon, PT Karya Lisbeth Jadi Sorotan

Petugas menemukan bahwa beras bermerek Sania dan sejenisnya yang beredar di pasar tradisional hingga ritel modern, tidak sesuai standar mutu sebagaimana tercantum di kemasan.

Hasil uji laboratorium menunjukkan ketidaksesuaian mutu, namun direksi perusahaan tidak mengambil langkah korektif, meskipun telah menerima teguran tertulis dan permintaan klarifikasi pada 8 Juli 2025.

“Bahkan, tanggapan dari pihak direksi hanya berupa pertanyaan lisan kepada manajer pabrik, tanpa upaya perbaikan,” jelas Helfi.

Baca :  Buronan Penipuan dan Penggelapan Asal Indonesia Ditangkap di Tanzania

Penyidik juga menemukan kelemahan fatal dalam prosedur pengawasan mutu internal. Dari 22 pegawai di bagian QC, hanya satu orang yang memiliki sertifikasi resmi. Kontrol kualitas yang seharusnya dilakukan setiap dua jam, faktanya hanya dilakukan 1–2 kali sehari.

Dokumen seperti SOP, hasil uji laboratorium internal, dan instruksi kerja memang ada, tetapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan standar industri.

Kasus ini mencuatkan kembali pentingnya pengawasan ketat terhadap distribusi pangan, terutama produk yang diklaim sebagai beras premium.

Polri menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap pelanggaran ini akan dilakukan tanpa kompromi. “Kami tidak akan membiarkan masyarakat dirugikan akibat praktik manipulatif seperti ini,” tutup Helfi. (*/)

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 55 kali