KalbarOke.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali membuka tabir penyimpangan serius di sektor perbankan. Kali ini, dugaan skandal kredit fiktif menyeret jajaran pimpinan Bankaltimtara di Kalimantan Utara. Sebanyak 47 fasilitas kredit kepada 16 debitur diduga dicatat secara palsu oleh direksi dan pimpinan kantor wilayah, dalam rentang November 2022 hingga Maret 2024.
Kasus ini kini memasuki tahap akhir penyidikan, hasil kolaborasi intensif antara OJK dan Polda Kalimantan Utara.
Modus Pencatatan Palsu Terungkap dari Pengawasan OJK
Akar penyelidikan berawal dari temuan pengawasan OJK yang mencurigakan. Temuan tersebut berkembang menjadi pemeriksaan khusus, penyelidikan formal, hingga kini masuk penyidikan.
Hasil analisis menunjukkan adanya pola manipulasi yang sistematis, dilakukan oleh pihak internal bank bekerja sama dengan sejumlah debitur.
Praktik itu diduga dirancang untuk memoles kualitas kredit agar terlihat sehat dalam laporan keuangan bank, padahal fasilitas kredit tersebut tidak memenuhi ketentuan atau bahkan tidak benar-benar berjalan.
Jeratan Hukum Ganda: UU Perbankan dan Tipikor
Atas dugaan pelanggaran tersebut, penyidik OJK menerapkan: Pasal 49 ayat (1) huruf a UU Perbankan (UU P2SK) – terkait perbuatan yang merugikan bank, Pasal 49 ayat (2) UU Perbankan – mengenai pencatatan palsu.
Sementara itu, Polda Kalimantan Utara menjerat para pihak dengan Pasal 25 UU Tipikor, membuka peluang penyidikan tindak pidana korupsi terkait potensi kerugian negara yang timbul dari kredit bermasalah tersebut.
OJK menegaskan bahwa arah penanganan kasus ini mendukung proses tipikor yang tengah diusut oleh Polda Kaltara, mengingat prioritas utama kasus korupsi adalah pengembalian kerugian negara.
Kolaborasi OJK–Polri Dijadikan Contoh Penegakan Hukum di Industri Keuangan
OJK menyatakan bahwa kolaborasi dengan kepolisian menjadi pondasi penting dalam menjaga integritas perbankan. Penanganan tegas terhadap skandal seperti ini diharapkan memberi efek jera serta memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.
Tak hanya itu, OJK memastikan bahwa koordinasi dengan aparat penegak hukum—baik di pusat maupun daerah—akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas industri jasa keuangan dan melindungi masyarakat dari praktik penyimpangan. (*/)






