KalbarOke.com – Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, kembali menjadi sorotan dunia internasional. Pada Senin 30 Juni 2025, ia menerima kunjungan dua penasihat eksternal utama Dana Moneter Internasional (IMF) dan Grup Bank Dunia di Gedung Maramis, Jakarta, dalam rangka membahas masa depan sistem keuangan global.
Pertemuan strategis ini digelar dalam rangkaian diskusi bertajuk “Bretton Woods at 80”, yang menandai delapan dekade berdirinya dua institusi keuangan global pasca-Perang Dunia II.
Fokus utama diskusi adalah bagaimana IMF dan Bank Dunia (yang sejak lama menjadi tulang punggung stabilitas dan pembangunan ekonomi global) dapat tetap relevan di tengah dinamika dunia yang makin kompleks.
Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani berdialog dengan Patrick Jerome Achi, mantan Perdana Menteri Pantai Gading, dan George Mark The Lord Malloch-Brown, mantan Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Kepulauan Cook. Keduanya merupakan penasihat yang ditunjuk langsung oleh Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dan Presiden Grup Bank Dunia Ajay Banga.
Sri Mulyani menegaskan pentingnya adaptasi cepat dari lembaga Bretton Woods terhadap realitas baru dunia: konflik geopolitik yang semakin tajam, dampak perubahan iklim, risiko pandemi, disrupsi digital, hingga tekanan demografi dan migrasi.
“Institusi Bretton Woods harus lebih lincah dan responsif terhadap kebutuhan 191 negara anggotanya serta tantangan global yang kian dinamis,” tegas Menkeu melalui akun Instagram resminya, @smindrawati.
Ia menilai bahwa fleksibilitas, akuntabilitas, dan kolaborasi yang lebih kuat akan menjadi kunci bagi IMF dan Bank Dunia agar tetap menjadi jangkar kestabilan ekonomi global di masa depan.
Pertemuan ini menjadi bagian dari langkah besar untuk menilai kembali peran dan struktur dua institusi keuangan global tersebut. Selain menjadi forum pertukaran pandangan, diskusi ini juga memperkuat posisi Indonesia sebagai suara penting di kancah kebijakan ekonomi dunia.
Dengan dunia yang berubah begitu cepat, pembaruan visi dan misi IMF dan Bank Dunia dinilai bukan hanya relevan, tapi mendesak. Dan di tengah percaturan itu, suara Indonesia ikut menggemakan pentingnya keadilan, inklusivitas, dan keberlanjutan dalam arsitektur keuangan global. (deL/r***)
Artikel ini telah dibaca 147 kali