Tanaman Hidroponik di Rumah Ku Bernilai Ekonomis

Rutinitas monoton kerap menjadi hal yang biasa bagi masyarakat perkotaan. Untuk mengusir kebosanan, para ibu rumah tangga biasanya meluangkan waktu dengan bercocok tanam. Kegiatan bercocok tanam menjadi hiburan sekaligus hobi yang bisa dilakukan di halaman rumah. Hobi ini ternyata bisa menghasilkan banyak sekali keuntungan dan peluang usaha, misalnya menanam sayuran yang dapat dikonsumsi sendiri atau dapat dijual. Nah satu di antara cara bercocok tanam yang kini semakin populer adalah dengan sistem Hidroponik.

PONTIANAK, KB1 – Budidaya hidroponik memang termasuk salah satu solusi bertanam yang mudah untuk dipraktikkan oleh siapa saja, termasuk ibu rumah tangga. Mudah karena kita tidak perlu mengotori tangan dengan tanah, menyiram tanaman secara manual atau berpanas-panasan di bawah terik matahari. Inilah yang dilakukan Rina Tjendera, warga Jalan Abdurahman Saleh, Gang Panorama, Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dia menyalurkan hobi dengan menjadikan pekarangan rumahnya bernilai ekonomis.

“Kita sebenarnya senang tanaman, begitu kita lihat saat ada pameran flora se Indonesia di lapangan Banteng Jakarta, kita mulai tertarik dan kita baca-baca literatur hidroponik juga. Kemudian kita mulai belajar-belajar sendiri, ternyata tidak terlalu repot,” kata Rina Tjendera sambil sibuk memanen tanaman sayur hidroponik di halaman rumahnya.

Menurut dia, budidaya tanaman hidroponik mungkin masih asing bagi sebagian orang. Sebab cara ini memang masih jarang digunakan masyarakat. Namun tahukah anda, budidaya tanaman seperti sayur dengan cara seperti ini ternyata cukup efektif jika diterapkan di pekarangan rumah kita. “Kelebihannya panen jadi lebih cepat, bersih dan tidak pakai pestisida sehingga lebih sehat,” ungkap Ibu Rina, sapaan akrabnya.

Ia menjelaskan hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Meski demikian, kebutuhan air pada hidroponik malah lebih sedikit daripada kebutuhan air pada budidaya tanaman dengan tanah. Sebab Hidroponik menggunakan air yang lebih efisien, jadi cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas. “Kita hanya perlu perhatikan nutrisi khusus, kalau dalam dunia pertanian media tanah itu pupuk, kalau di sini pupuk itu kita sebut nutrisi,” bebernya.

Ibu Rina memilih kegiatan tersebut agar lebih dekat dengan alam. Bercocok tanam merupakan hobi yang menyenangkan baginya. Hidroponik menjadi pilihannya, secara sederhana lebih dikenal sebagai cara bercocok tanam tanpa media tanah. “Penanaman hidroponik yang ada di sini bermacam-macam ada sistem sumbu, sistem rakit apung, sistem irigasi tetes, dan sistem NFT. Kalau tanaman kita di sini ada selada, bayam, kangkung, daun mint, daun sage dan kale yang termasuk jenis sayuran favorit saya,” ungkapnya.

Baca :  Pemerintah Tancap Gas Deregulasi Impor, Wamenkeu: Pengawasan Lebih Cepat, Biaya Logistik Lebih Murah

Bercocok tanam sayuran dengan hidroponik dapat dilakukan dalam skala kecil atau rumahan dan skala industri. Usaha hidroponik skala rumahan dapat dicoba oleh para pemula dan hasilnya dapat dikonsumsi sendiri dan kemudian dapat dikembangkan sebagai sebuah peluang usaha dari hobi. Kit hidroponik atau perangkat hidroponik dapat digunakan untuk memulai bercocok tanam sayuran. Kit hidroponik terbuat dari susunan paralon berbagai ukuran beserta sistem pompa yang dapat dibuat sendiri atau dibeli di tempat produksi sayuran hidroponik.

“Untuk sistem NFT, kita pakai paralon yang dibuat sedemikian rupa agar aliran air betul-betul tipis supaya ada sirkulasi dengan menggunakan pompa sehingga air ngalir terus dan tanaman tidak kekurangan air,” kata Rina.

Sedangkan untuk sistem dutch bucket, Ibu Rina biasa menggunakan pada jenis tanaman yang merambat seperti kacang, timun, melon dan sebagainya. Di halaman rumahnya, dia juga menanam stroberry. Media yang dipakai sistem hydroton terbuat dari tanah liat yang sudah dipadatkan dengan suhu tinggi. “Nah media ini di Indonesia masih sulit didapat kita import dari Belanda dan Jerman, media ini cukup susah rusak jadi tahan lama sifatnya keras tapi mudah menyerap air,” jelasnya.

Ibu Rina mengembangkan bibit tanaman menggunakan rockwool dari batu apung yang dipanaskan dengan suhu tinggi lalu dipadatkan. Media tanam ini direndam, lalu bibit dalam bentuk biji ditaburkan ke rockwool. Hanya dalam waktu 3 hari, bibit tanaman biasanya sudah muncul. Sebelum benihnya pecah maka disimpan dulu di tempat yang gelap selama kira-kira 6 jam lamanya. “Ketika pecah cepat-cepat dikenakan ke matahari, nanti disemprot dan setelah 5 hari baru dipindah di net pot lalu kita masukkan sumbu dan diberikan air dan nutrisi yang  harus dijaga,” katanya.

Dari sekian banyak jenis tanaman yang ada di pekarangan rumahnya, Ibu Rina paling suka dengan tanaman kale. Tanaman favoritnya inipun kerap dibagi pada teman-teman yang berkujung di rumahnya. Mereka dibuatkan jus dari daun kale yang rasanya sangat nikmat. Ternyata mereka suka, setelah itu banyak pesanan dari teman-temannya yang mau beli. Sejak saat itulah, dia mulai perbanyak tanaman kale. Tanaman ini juga bisa dimasak gulai seperti halnya daun singkong.

Baca :  Sri Mulyani Tegaskan Komitmen Indonesia pada AIIB: Dorong Inovasi Pembiayaan dan Infrastruktur Hijau

“Kale ini ratunya sayuran yang digemari para artis Hollywood, kalau ditanam di daerah kita dengan cara biasa (media tanah,red) tidak bisa karena panas, kecuali di daerah Bogor. Kale ini bisa dimasak seperti sayuran biasa, namun istimewanya dijadikan jus sayuran yang jika kita minum khasiatnya akan terasa enak di tubuh. Untuk dijadikan jus, kale biasa saya campur dengan nenas atau apel, lemon, kurma dan es batu” kata Rina.

Tanaman kale sejenis keluarga brokoli. Di Pontianak tanaman ini ternyata bisa dikembangkan dengan cara hidroponik. Diberikan nutrisi atau pupuk namun tidak boleh berlebihan. Meski demikian tanamannya bisa mati kalau kurang nutrisi. Jadi untuk mendapatkan perbandingan yang sesuai ada patokannya. Diukur dengan TDS meter yakni alat khusus untuk mengatur kepekatan nutrisi yang dianjurkan sesuai jenis tanaman dan disesuaikan dengan patokan table petunjuk. Sedangkan pengukuran pada air menggunakan pH meter.

“Promosinya dari mulut ke mulut, cerita ke teman kalau tanaman ini enak. Harga kale lumayan mahal kita jual Rp 100 ribu per kilonya. Sedangkan cara panennya kita tinggal petik daunnya dan tidak merusak tanaman karena bisa tumbuh lagi,” jelas Rina.

Ingin bisnis samping dengan memanfaatkan pekarangan rumah? Jika Anda menjawab iya, maka Hidroponik bisa menjadi pilihan bisnis tersebut. Memang, hidroponik bukanlah tren tanaman terbaru. Tapi, cara tanam hidroponik bisa dilakukan di lahan sempit seperti pekarangan rumah. Ini cocok bagi mereka yang tinggal di perkotaan. Anda pun tidak harus berpanas-panasan di bawah terik matahari dan kotor akibat tanah seperti bercocok tanam sebagaimana biasanya. Intinya, bisnis yang satu ini simpel dan tepat bagi Anda yang berjiwa praktis dan ingin memiliki penghasilan tambahan seperti Ibu Rina. (deL/02)

 

 

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 2800 kali