KalbarOke.com — Sebagai bentuk komitmen dalam mencegah korupsi di sektor sumber daya alam (SDA), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemenhut) memperkuat sinergi tata kelola kehutanan nasional. Kolaborasi ini ditandai melalui rapat koordinasi strategis di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Jumat 1 Agustus 2025.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan, tata kelola kawasan hutan harus dilakukan secara bijak, terukur, dan sesuai regulasi. Ia menyoroti masih banyaknya praktik tambang dan perkebunan ilegal yang beroperasi tanpa izin sah di kawasan hutan.
“Lemahnya pengawasan dan tumpang tindih kewenangan telah menciptakan celah korupsi. Ini yang harus segera ditutup melalui kebijakan yang lebih terpadu dan transparan,” tegas Tanak.
One Map Policy Jadi Solusi Integrasi Data
KPK dan Tim Stranas Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menegaskan pentingnya percepatan implementasi Kebijakan Satu Peta (One Map Policy). Dengan referensi geospasial tunggal, basis data yang sinkron, dan portal nasional yang terintegrasi, diharapkan pengambilan keputusan menjadi lebih akurat dan terhindar dari penyalahgunaan.
“Tanpa data terpadu, kebijakan akan mudah disalahgunakan. Kita butuh satu sumber data geospasial yang valid,” tambah Tanak.
Fokus Stranas PK: Tuntas Penetapan Kawasan
Tenaga Ahli Stranas PK, Muhammad Isro, menjelaskan bahwa penataan kawasan hutan adalah prioritas periode aksi 2025–2026. Ini termasuk percepatan pengukuhan kawasan hutan, penyelesaian tumpang tindih izin tambang dan perkebunan, serta integrasi rencana tata ruang wilayah (RT/RW) dan RZWP3K.
Saat ini, progres penetapan kawasan telah mencapai 80 persen, dan didorong untuk segera dituntaskan guna menjamin kepastian hukum serta menjaga kelestarian ekosistem hutan—terutama di wilayah strategis seperti Ibu Kota Nusantara (IKN).
Hingga Agustus 2025, analisis spasial mencatat lebih dari 400 ribu hektare aktivitas tambang ilegal dalam kawasan hutan. Proses konsolidasi data dilakukan bersama Kemenhut, Kementerian ESDM, dan Badan Informasi Geospasial (BIG).
Pengawasan Ditingkatkan, Legalitas Diperjelas
Wakil Menteri Kehutanan Sulaiman Umar Siddiq menyambut baik peran KPK dalam memberikan asistensi terhadap perbaikan birokrasi kehutanan. Ia mengungkapkan, penetapan kawasan hutan kini telah menyentuh 87 persen, dan Kemenhut telah menindak tambang-tambang ilegal menggunakan PP Nomor 24 Tahun 2021, yang mencakup denda dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Kami juga mempercepat penertiban persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH) bagi pelaku usaha yang sudah menyelesaikan kewajiban administratifnya. Ini bukti bahwa negara hadir menciptakan keadilan dalam tata kelola hutan,” ujar Sulaiman.
Dorong Keadilan dan Kesejahteraan Masyarakat
Sinergi antara KPK dan Kemenhut diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan negara, memperkuat pengawasan sumber daya alam, dan memastikan keberlanjutan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
“Jika tata kelola hutan dibenahi, potensi penerimaan negara bisa meningkat signifikan, dan konflik lahan bisa diminimalkan. Ini bukan sekadar isu kehutanan, tapi juga soal keadilan dan masa depan lingkungan Indonesia,” pungkas Tanak. (*/)
Artikel ini telah dibaca 37 kali