Yakin Jadi Petani, Rokib Sukses di Usia Muda

Kesuksesan dapat diraih siapapun tak mengenal usia. Kalau bisa sukses selagi muda mengapa tidak? Ketika sebagian besar anak muda enggan turun ke sawah dan lebih memilih menjadi pegawai kantoran, ternyata masih ada sosok pemuda dengan keyakinan penuh memilih menjadi seorang petani. Dialah M. Rokib, pemuda berusia 24 Tahun yang sukses bertanam padi menggunakan teknologi Hazton di Desa Peniraman, Kecamatan Sui Pinyuh, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.  

PENIRAMAN, KB1 – Beras selalu dibutuhkan dan dibeli orang sebagai satu diantara kebutuhan utama setiap rumah tangga. Selama masih ada manusia, tanaman pangan tentu saja laris terjual. Nah, pria yang ramah inipun mampu melihat peluang usaha tersebut  dan menjadikan sektor pertanian sebagai sandaran hidup.

“Saya memang suka bertani, sejak dulu waktu mondok di Sampang Madura, saya sudah biasa ke sawah bertanam padi dan menanam benih sendiri,” kata Rokib, seraya  mengenang masa-masa saat mengenyam pendidikan di pesantren dulu.

Setelah 10 Tahun menempuh pendidikan pesantren di Sampang, Madura, Rokib kembali pulang ke kampung halamannya di Desa Peniraman. Tidak ada keinginan lain dalam dirinya selain mengikuti jejak sang ayah yang juga seorang petani. Anak pasangan Bukari dan Munarah inipun menggarap sawah milik keluarganya. Dia memilih jalur yang benar-benar berbeda dengan kebanyakan pebisnis muda. Kalau bisnis yang sedang ngetren berkaitan dengan kuliner atau teknologi, anak ke dua dari empat bersaudara ini justru memilih untuk mengembangkan dunia pertanian.

“Setiap orang butuh makan, dan kita di sini pasti makan nasi, makanya tanaman padi menguntungkan,” candanya sambil tertawa.

Namun sayang, dari tahun ke tahun nasib petani tidak banyak berubah meskipun negeri ini selalu membanggakan diri sebagai negara agraris. Penyebabnya antara lain, produksi tidak beranjak sedangkan kebutuhan terus meningkat. Kondisi inilah yang menekan ekonomi petani semakin sulit. Inipula yang dirasakan Rokib ketika awal mula menekuni usaha tani.

Baca :  Sri Mulyani Bahas Masa Depan Bretton Woods: Bank Dunia Harus Lincah Hadapi Perubahan Dunia

“Awalnya saya kalau tanam padi pakai SRI (cara konvensional,red) jadi hasilnya cukup itu-itu saja tidak ada peningkatan, kemudian saya dengar-dengar ada metode Hazton yang katanya bisa meningkatkan produktivitas padi,” ungkapnya.

Sistem pertanian tradisional yang telah lama dilakoni masyarakat secara turun temurun ternyata tidak begitu mampu meningkatkan produksi. Akibatnya kelesuan di bidang pertanian menjadi ancaman. Karenanya untuk menopang perekonomian petani dibutuhkan peningkatan produksi lewat inovasi dan teknologi. Pucuk dicinta ulam pun tiba, pribahasa ini seolah menghampiri perjalanan nasib Rokib ketika bertemu petugas dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalbar.

“Ada orang Dinas menawarkan metode Hazton jadi saya langsung tertarik. Saat pertama kali diajarkan, saya sempat bingung juga karena satu lubang kok ditanam banyak benih, padahal biasanya benih yang banyak kadang-kadang tidak keluar malai semua,” katanya.

Pembawaannya santai dan kalem, bicara seadanya. Namun semangat dan rasa  antusias jelas terpancar dari wajah Rokib ketika bercerita mengenai aktivitas bertaninya. Suasana kekeluargaan begitu menyelimuti obrolan hangat mengenai pengalaman anak muda ini. Rokib yang suka mempelajari hal-hal baru pun tidak ragu menerapkan teknologi Hazton di sawahnya. Alhasil, produktivitas padi yang ditanamnya berkali lipat dari cara tanam yang diterapkan sebelumnya.

“Ternyata hasilnya luar biasa, bisa meningkat dua sampai tiga kali lipat. Jika dulu hasil yang kita peroleh hanya 2-3 Ton per hektar dengan keuntungan sekitar Rp 15 Juta, sekarang satu hektarnya saja sudah sama dengan hasil panen 3 hektar dibandingkan dulu,” bebernya.

Meskipun pada awalnya penuh perjuangan saat mulai menerapkan cara tanam baru menggunakan teknologi Hazton di sawahnya, namun pada akhirnya Rokib bisa menjadi teladan dan contoh keberhasilan bagi petani di sekitarnya. Dia mampu membuktikan bahwa menjadi petani adalah pilihan tepat dan bisa mengantarkannya  menjadi seorang petani muda yang sukses.

Baca :  Perkuat Kerja Sama Global, Menaker dan Dubes Swiss Sepakati Roadmap Ketenagakerjaan Inklusif

“Lahan yang kini saya kelola seluas 3 hektar, semuanya kini lebih mudah karena kita sudah ada traktor, juga ada mesin penggiling padi,” jelasnya.

Sektor pertanian seringkali dianggap tidak keren terutama di kalangan anak muda. Tak heran jika banyak anak muda memilih untuk bekerja kantoran atau mengejar menjadi seorang PNS semata-mata hanya untuk gengsi belaka. Maka mungkin pertanyaan ini selintas muncul di benak kita semua, apakah dia tidak malu? Lagi pula, untuk apa capek-capek sekolah jika akhirnya hanya menjadi seorang petani.

“Kalau mau sukses kita tidak perlu malu, lagi pula menjadi seorang petani itu sangat mulia karena kita penyedia kebutuhan makan banyak orang,” jawabnya lugas.

M. Rokib menjadi salah satu contoh orang yang sukses menggeluti bidang pertanian. Keberaniannya melawan arus dengan tekun bersawah di usia muda telah membuahkan hasil. Tanaman padi yang dikelolanya telah berkembang pesat. Dia juga menjadi motor penggerak kemajuan petani di desanya. Rokib berkeyakinan sektor pertanian sangat prospektif ke depan dan akan menjadi kekuatan ekonomi nomor satu.

“Yah memang banyak anak-anak muda tidak tertarik menjadi petani karena dinilai kotor dan tidak bergengsi. Kalau saya tidak peduli, nyatanya kini perekonomian keluarga kami jadi lebih baik, yang penting saya bisa bahagiakan keluarga dengan hasil yang kami peroleh” kata Rokib yang sejak awal sudah melihat prospek cerah usaha tani dan mungkin bisa menjadi daya pikat bagi para pemuda lainnya untuk terjun di sektor pertanian. (deL/02)

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 2364 kali