KETAPANG, KB1 – PUNTUNG kayu menghitam masih tertancap di ladang. Abu sisa pembakaran pun masih menghampar di lahan seluas setengah hektar itu. Aroma hangus tanah juga sesekali masih tercium saat angin berhembus pelan.
Pemandangan seperti ini jamak ditemui di Dusun Laman Baru. Lajimnya petani tradisional, petani di dusun ini juga melakukan pembakaran ladang sebelum ditanami padi. Api disulut ke serasah tanaman dan rerumputan kering, sisa tebasan saat pembersihan lahan. Tunggul sisa tebangan pohon pun ikut dibakar untuk melapangkan lahan.
“Agar api tak lari (merembet) ke mana-mana, kami membuat sekat bakar terlebih dahulu,” kata Kepala Dusun Laman Baru, Dalman, beberapa waktu lalu.
Sekat bakar yang dimaksud Dalman itu berupa rerumputan dan tetumbuhan hijau yang direbahkan dan mengitari areal pembakaran. Hamparan vegetasi tersebut memisahkan areal yang hendak dibakar dengan lahan di sekitarnya. Lebar sekat bakar sekitar 1,5-2 meter. Dengan demikian api tidak akan menjalar hingga ke lahan lain atau hutan.
Pembakaran melibatkan warga dalam jumlah besar. Sepuluh hingga belasan orang. Ini untuk mengantisipasi api membesar sehingga tidak terkendali. Selain sekat bakar, mereka juga harus membuat parit yang mengitari lahan. Pembakar lahan pun harus memastikan sumber air, dan melihat arah angin sebelum memulai pekerjaan.
“Setelah dibakar, lahan harus terus diawasi karena api bisa saja muncul kembali, dan membesar,” jelas Kepala Dusun Pasir Mayang, Petrus Pingsut.
Warga di Dusun Pasir Mayang juga selalu membakar lahan saat hendak berladang. Dusun Laman Baru dan Dusun Pasir Mayang berada di Kecamatan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Warga di kedua dusun ini sama-sama menerapkan tata cara dan aturan ketat dalam pembakaran lahan. Bagi yang melanggar bakal dikenai sanksi adat.
Pembakaran lahan bertujuan menyuburkan dan menurunkan keasaman gambut. Menurut Agus, dan IGM Subiksa dalam Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek lingkungan, 2008, pembakaran tersebut untuk memperoleh amelorian berupa abu yang dapat memperbaiki produktivitas gambut.
Kendati tak menyarankan, kedua peneliti dari Badan Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), ini masih menoleransi praktik tersebut sepanjang dilakukan secara terkendali. Pembakaran lahan saat berladang dan hendak berkebun sayur juga banyak dilakukan oleh petani di Pontianak, dan sekitarnya.
‘Pembakaran harus dilokalisasi pada lubang yang dilapisi tanah mineral, sehingga gambut tidak ikut terbakar,’ tulis Agus dan Subiksa dalam laporan ilmiah mereka.
Pembakaran lahan untuk berladang juga ditoleransi oleh Undang Undang No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Diktum itu termaktub dalam penjelasan Pasal 2.
Huruf ‘L’. Pembakaran ladang dikategorikan sebagai kearifan lokal yang berlaku di tata kehidupan masyarakat dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup. (Re/01)
Artikel ini telah dibaca 1720 kali