Pontianak – Cari kerja memang semakin sulit. Sementara beban biaya hidup yang kian pelit, menambah rumit beban tanggungan yang dihadapi.
Tidak bisa dipungkiri memang, seperti halnya Sulaiman, yang biasa disapa Pak Lai. Puluhan tahun menggeluti pekerjaan sebagai Sopir Angkutan Kota (Angkot) pasti tahu pahit manis, asam garam kerjaan yang dilakoni.
“Dulu tahun 80an, awal awal saya nyupir itukan kendaraan masih mahal. Orang orang banyak naik Oplet (Angkot) kalau kemana mana,” ujarnya.
Namun, Ia mengatakan sekarang zaman sudah berubah. Keberadaan Angkot Kuning kebanggaannya kini dapat dihitung jari. Tersisih dengan majunya transportasi publik modern yang berbasis aplikasi, serta murah dan mudahnya masyarakat untuk membeli tranportasi pribadi seperti sepeda motor saat ini.
“Sekarang bisa dihitung jari Mas yang beroperasi. Sekarang motor murah, ojek online banyak. Ya, ginilah sekarang karena udah tua, saya bisanya kerja ini,” ujarnya seakan pasrah.
Dirinya yang beroprasi di rute RSUD Soedarso hingga ke Pasar Raykat (Pasar Tengah) Pontianak ini mengaku, omsetnya perhari dikisaran Rp. 60 ribu. Padahal dirinya bekerja dari pukul enam pagi hingga enam petang (12 jam).
“Sekarang untuk operasional saja mahal. Kita narik pagi ke malam, itu cuma dapat kadang Rp. 60 ribu. Potong minyak buat narik lagi. Belun lagi kalo penumpang sepi,” jelas Pak Lai.
Pak Lai mematok tarif per penumpang di harga Rp. 4.000 sesuai rutenya. Dan bertahan dengan tekanan perubahan zaman. “Empat ribu satu penumpang. Itu pun masih sepi orang pada ke online,” pungkasnya. (Ar)
Artikel ini telah dibaca 2406 kali