KalbarOke.com – Sidang lanjutan kasus perdagangan sisik trenggiling yang menjerat tersangka berinisial DL kembali menarik perhatian publik. Kamis 17 Juli 2025, Pengadilan Negeri Sanggau menghadirkan ahli digital forensik sebagai saksi kunci untuk mengungkap bukti komunikasi digital dari ponsel milik tersangka.
Ahli yang dihadirkan adalah Haryo Pradityo, pakar digital forensik yang telah menangani lebih dari 90 kasus kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar. Dalam sidang, Haryo (yang akrab disapa Aryo) memaparkan hasil pemeriksaan terhadap ponsel Realme C31 milik DL.
“Dari analisis kami, ditemukan berbagai percakapan WhatsApp, foto, data lokasi, dan kontak yang kuat mengindikasikan keterlibatan tersangka dalam jual beli sisik trenggiling,” ungkap Aryo di hadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum.
Aryo juga berhasil memulihkan data yang telah dihapus oleh tersangka, termasuk pesan-pesan berisi transaksi ilegal. Salah satu kontak yang mencurigakan adalah nama “Bos Maria Stg”, yang terdeteksi telah saling memblokir dengan DL. “Itu artinya, kedua pihak berusaha menghapus jejak komunikasi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Aryo mengungkap bahwa DL menggunakan istilah kamuflase digital seperti kerupuk, keripik, dan sisik untuk menyamarkan aktivitas perdagangannya. Teknik ini sering digunakan pelaku kejahatan lingkungan untuk menghindari deteksi.
Kesaksian Aryo tak hanya memperkuat dakwaan, tapi juga memukau majelis hakim. Hakim bahkan tertarik mengetahui proses teknis dari analisis forensik, mulai dari imaging data hingga ekstraksi informasi yang telah dihapus.
Sementara itu, tim pengacara DL mencoba menggugurkan validitas bukti digital dengan mempertanyakan metode yang digunakan. Namun, Aryo menjawab seluruh pertanyaan dengan penjelasan ilmiah yang sistematis, yang semakin memperkuat posisi hukum JPU.
Sidang kali ini menandai titik penting dalam kasus yang menyita perhatian nasional. Bukti digital yang diajukan diharapkan mampu memperjelas peran DL dalam jaringan perdagangan satwa liar dilindungi, khususnya trenggiling—mamalia yang paling banyak diperdagangkan secara ilegal di dunia.
Kasus ini menjadi simbol penting dalam penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan di Indonesia. Para pegiat konservasi berharap putusan pengadilan nantinya bisa memberi efek jera dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati. (*/)
Artikel ini telah dibaca 24 kali