Indeks

Dosen Politeknik Pontianak Sulap Limbah Kepala Udang Jadi Bumbu Nasi Goreng

Oleh :  Agus Wahyuni

Tahukah anda, ampas kepala udang selama ini menjadi limbah rumah tangga atau industri, ternyata dapat diolah menjadi penyedap masakan. Bahkan cita rasanya tidak kalah dengan bumbu masakan yang beredar di pasaran. Bagaimana teknik pengolahannya? Penasaran?

Adalah dua orang dosen Politeknik Negeri Pontianak, Teguh Setyo Nugroho dan Evi Fitriyani telah berhasil menciptakan bumbu masakan jenis rasa jenis baru selain rasa daging sapi dan ayam, yakni rasa udang dari bahan dasar ampas kepala udang. Keduanya adalah Dosen Ilmu Kelautan dan Perikanan, Politeknik Negeri Pontianak.

Keduanya mengaku ide ini berawal dari hasil berkunjung ke sejumlah daerah pesisir Kalimantan Barat. Khususnya para masyarakat nelayan pencari udang dianggap telah berjasa menyediakan bahan baku udang untuk pemenuhan kebutuhan lokal dan sejumlah industri pengolahan udang beku berkapasitas besar dengan orientasi pasar ekspor.

Dari pengamatan di lapangan, umumnya dari hasil olahan udang akan menghasilkan hasil sampingan berupa limbah cair hasil pencucian udang dan limbah padat berupa kepala udang. Menurutnya, ada tiga buah pabrik pengolahan udang berkapasitas besar yang menghasilkan limbah kepala udang antara 1 – 3 ton perharinya di Kelurahan Batulayang (Kecamatan Pontianak Utara). Seperti halnya daging udang, kepala udang ternyata juga memiliki nilai gizi yang tinggi seperti lemak, protein dan kalsium, namun pemanfaatnya masih belum maksimal.

“Nah, limbah kepala udang jika tidak dikelola dengan benar, maka akan menjadi permasalahan yang serius terhadap pencemaran lingkungan,” kata Teguh. Seperti polusi udara karena bau yang tidak sedap akibat pembusukan, penyebaran terhadap berbagai jenis penyakit, dan polusi terhadap air tanah.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka sangat diperlukan alternatif solusi dalam mengatasi limbah udang khususnya kepala udang menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah. Salah satu jenis olahan yang dapat dikembangkan dari limbah kepala udang tersebut adalah seasoning alami (bumbu masakan) yang berupa saus flavor udang.

Saus flavor udang (seasoning) merupakan bahan penyedap rasa dan aroma yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan bumbu masakan seperti tumis, capcay, soup, dan aneka masakan lainnya. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengenai pembuatan saus flavor udang ini dilakukan dengan menggunakan metode hidrolisis dan fermentasi sangat penting dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat dengan memberikan teknologi yang tepat guna, mudah diaplikasikan oleh masyarakat dan sesuai dengan potensi sumberdaya alam yang ada.

Dosen Ilmu Kelautan dan Perikanan (TPHi) ini mengaku tujuan penelitian ini untuk mengetahui pemanfaatan enzim papain sebagai bahan penghancur sisa atau buangan hasil industri pengolahan ikan menjadi bubur ikan atau konsentrat protein hewani sehingga akan menghasilkan produk saus flavour kepala udang. Tujuan lainnya untuk mengembangkan teknologi pengolahan limbah kepala udang menjadi produk saus flavour udang serta mengetahui kandungan gizi serta tingkat kesukaan panelis (uji hedonic) terhadap produk saus flavor udang.

Untuk itu, pemanfaatan limbah kepala udang tersebut menjadi produk yang bernilai tambah (saos flavor udang) dengan enzim papain ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan sekaligus meningkatkan kondisi perekonomian masyarakat disekitas industri pengolahan udang.

Kedua penemu ini mengklaim konsep dasar dari pembuatan bumbu saus flavor udang sangat mudah dan sederhana. Langkah pertama, bubur kepala udang dihidrolisis dengan enzim proteolitik (enzim pemecah protein Ex : enzim papain dan bromelin).

Pemberian enzim proteolitik pada bubur kepala udang (yang diinkubasi/didiamkan selama 12 jam) ditujukan untuk memecah protein yang ada pada kepala udang, sehingga proteinnya lebih sederhana menjadi kelompok dipeptida dan oligopeptida.

Setelah bubur kepala udang dihidrolisis, maka langkah selanjutnya dilakukan proses fermentasi. Fermentasi merupakan proses untuk merubah struktur kimia dari bubur kepala udang (asam amino protein menjadi lebih lengkap karena terpecah) sehingga menjadi produk dengan cita rasa yang kita harapkan menggunakan bantuan mikroorganisme seperti bakteri. Pada proses ini, bubur kepala udang ditambahkan garam sebanyak 20 % dan di inkubasi selama 3 hari.

Pada fermentasi alami (menggunakan bakteri yang secara alami sudah ada pada bubur kepala udang), pemberian garam ditujukan sebagai faktor pembatas hidup mikroorganisme (bakteri), karena hanya bakteri tertentu (bakteri menguntungkan) yang masih dapat hidup, sedangkan bakteri yang merugikan (bakteri pembusuk dan pathogen) diharapkan tidak dapat hidup pada konsentrasi garam 20%.

Langkah selanjutnya adalah inaktifasi proses hidrolisis dan fermentasi dengan pemanasan. Bubur kepala udang yang telah dihidrolisis dan fermentasi selanjutnya ditambah air dan di rebus selama 30 menit. Langkah ini ditujukan untuk menghentikan aktivitas enzim dan bakteri. Pada proses ini juga dapat ditambahkan bumbu seperti lada, bawang merah, bawang putih dan gula. Setelah itu produk disaring.

Langkah terakhir adalah pembuatan bumbu masak rasa udang baik pasta maupun serbuk. Untuk membuat pasta, maka produk ditambahkan bahan pengental seperti tepung maizena, kemudian panaskan sambil diaduk sampai mengental. Untuk membuat serbuk, produk ditambahkan bahan pengisi seperti dekstran dan gum arap kemudian diproses di mesin spray dryer.

Untuk lebih jelasnya, teknis proses pembuatan saus flavor udang antara lain sebagai berikut.Langkah pertama, siapkan kepala udang 1 kg kemudian di cuci hingga bersih. Setelah bersih selanjutnya kepala udang digiling hingga menjadi bubur. Bubur kepala udang tersebut selanjutnya ditambahkan enzim papain 3% (30 gr) dan dihirolisis selama 12 jam (atau sesuai perlakuan).

Dari bubur kepala udang tadi ditambahkan garam sebanyak 20 % (200 gr) selanjutnya di fermentasi selama 3 hari. Bubur kepala udang yang telah dihidrolisis dan fermentasi selanjutnya di campur dengan air dengan sebanyak 3 liter dan ditambahkan bumbu serta diaduk sampai homogen. Campuran kepala udang dan air tersebut direbus selama 30 menit dengan menggunakan api kecil.Adonan selanjutnya disaring dan air saringan tersebut selanjutnya dimasukkan ke panci.

Sedangkan untuk membuat saus, adonan ditambah tepung maizena 10% (100 gr) (tepung maizena dilarutkan dulu dengan air agar tidak menggumpal) dan dipanaskan serta diaduk hingga mengental. Untuk membuat serbuk, adonan ditambahkan bahan pengisi dekstran 15% (150 gr) atau gum arap 5% (50 gr) selanjutnya diproses di mesin spray dryer.

Selama melakukan ujicoba, Teguh dan Evi menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan terdiri dari T0 (tanpa penambahan papain); T1 (penambahan enzim papain 1%); T2 (penambahan enzim papain 2%); dan T3 (penambahan enzim papain 3%). Setiap perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali.

Bahkan keduanya juga melakukan pengujian untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk saus udang. Maka dilakukan uji organoleptik/hedonik. Uji hedonik menggunakan 30 orang panelis semi terlatih dengan formulir pengujian yang berisi lima skala hedonik, yaitu: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = biasa, 4 = suka, 5 = sangat suka.

“Hasilnya, semua panelis menyukai produk kami,” kata Teguh, alumni pascasarjana Institut Pertanian Bogor ini menimpali.

Berdasarkan dari hasil penelitian, inovasi ini sangat potensial dan menguntungkan untuk kegiatan usaha. Dalam 1 kg limbah kepala udang, maka dapat dihasilkan produk saus sebanyak 1.200 ml. Jika setiap harinya dapat memproduksi 200 kg limbah kepala udang, maka akan menghasilkan 750 botol saus flavour (isi 320 ml)/hari atau setiap bulannya (25 hari kerja) menghasilkan 18.750 botol saus flavour dengan harga jual per botolnya Rp 9.000.

Untuk memulai usaha ini dibutuhkan biaya investasi dan biaya produksi. Perkiraan rincian biaya investasi dan biaya produksi per bulan usaha saus flavour udang dengan kapasitas 200 kg kepala udang per hari.

Produk saus flavor yang dihasilkan adalah 18.750 botol setiap bulan dengan harga jual tiap botol Rp.9.000. Jadi hasil penjualan produk saus flavor tiap bulannya adalah Rp.168.750.000. Dari hasil penjualan dikurangi biaya produksi, maka usaha ini mengalami keuntungan bersih sebesar Rp. 62.620.800 / bulan (sudah dikurangi PPN 10 %).

Berdasarkan hasil perhitungan BEP (Break Even Point), usaha mengalami titik impas jika pendapatan yang diperoleh perbulan adalah Rp.11.200.184,50. Untuk Payback Period (PP) yang didapat hasil 1,88 artinya kegiatan pengolahan saus flavour akan balik modal pada 1,88 bulan. Perhitungan ROI (Return of Investment) menunjukkan angka 170,16, artinya dari modal sebesar Rp 100,00 akan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 170,16.

Meski secara umum, produk ini kaya manfaat. Seperti menciptakan ramah lingkungan dan menjadi peluang usaha bagi masyarakat pesisir. Kedua peneliti ini mengaku mengalami kendala utama dalam aplikasi teknologi pembuatan bumbu masakan (saus flavour udang) dari limbah kepala udang. Yakni mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku limbah kepala udang yang masih baik dan segar.

Maklum, kepala udang merupakan produk yang mudah sekali busuk, sehingga dalam waktu 1 – 2 hari saja jika kepala udang tidak dimanfaatkan akan rusak karena proses pembusukan.

“Nah, untuk itu proses pengolahan limbah kepala udang ini harus cepat dan kalaupun harus disimpan bahan bakunya maka digunakan penyimpanan dingin,” kata Teguh.

Kesulitan lainnya adalah sulit dan mahalnya mendapatkan enzim papain. Hal ini dapat diatasi dengan diganti enzim papain dengan getah papaya yang sudah dikeringkan atau sari air bonggol nanas. Masalah lain, untuk produk saus bumbu penyedap masakan dari kepala udang mudah rusak yaitu sekitar 1 minggu sudah busuk. Hal ini dikarenakan tingginya kadar protein dan air yang merupakan media hidup yang ideal untuk berbagai jenis mikrobia.

Untuk mengatasi permasalahan ini maka dapat digunakan bahan pengawet makanan seperti natrium benzoate dan pengemasan yang vakum atau kedap udara. Solusi lain yang dapat mencegah rusaknya produk ini adalah dengan dibuat serbuk dengan menggunakan alat spray dryer.

Meski begitu, Teguh dan Evi menjamin produk olahan bumbu masakan dari ampas kepala udang ini aman dikonsumsi dan bisa digunakan sebagai bumbu penyedap masakan jenis lainnya. Seperti gorengan, tumis atau rebusan.

Untuk membuktikan kelezatan bumbu ini, pembaca bisa mencicipi langsung nasi goreng menggunakan bumbu jenis ini di salah satu kantin Politeknik Negeri Pontianak. Kebetulan para pemilik kantin tersebut pernah dijadikan panelis menggunakan produk olahan ampas udang ini dijadikan bumbu masakan nasi goreng khas rasa udang. Hasilnya, tidak sedikit lidah para mahasiswa dan dosen dimanjakan saat menjalani ritual sarapan atau makan siang bersama bumbu penyedap ini. Hmm. Mak Yus.

Sayang, kelezatan bumbu ampas kepal udang ini bisa dinikmati untuk kalangan sendiri. Sementara untuk menciptakan dan mengembangkan bumbu ini agar bisa dirasakan masyarakat luas , Teguh dan Evi terkendala dana untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

“Selama ini kami melakukan kajian dan penelitian awal, menggunakan dana pribadi,” kata Teguh,
Senandainya ada bantuan dana, keduanya berencana akan menciptakan produk bumbu ini bisa digunakan dalam bentuk kemasan sehingga sangat pas digunakan untuk kebutuan bumbu dapur keluarga. Bahkan akan ada banyak tenaga kerja yang terserap untuk memproduksi dan memasarkan produk ini. Tidak kalah penting, kehadiran pengolahan bumbu ini bisa mencegah pencemaran lingkungan. Semoga.

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 2069 kali

Exit mobile version