KalbarOke.com — Internet bersiap memasuki era baru perlindungan konten digital. Jutaan situs web kini bisa menghadang bot kecerdasan buatan (AI) yang kerap “mencuri” konten tanpa izin, berkat sistem baru yang diluncurkan oleh raksasa infrastruktur internet, Cloudflare.
Perusahaan yang menaungi sekitar 20 persen lalu lintas internet global ini memperkenalkan teknologi pemblokir bot AI yang sudah aktif di lebih dari satu juta situs—termasuk media besar seperti Sky News, Buzzfeed, hingga The Associated Press.
Langkah ini disebut sebagai “game changer” oleh CEO Condé Nast, Roger Lynch, yang menyebut ini sebagai “langkah penting menuju ekosistem digital yang adil bagi kreator dan jurnalisme berkualitas.”
Era Baru: Bot AI Harus Bayar
Dengan sistem baru ini, situs web nantinya tak hanya bisa menolak bot AI yang ingin mengakses konten mereka, tapi juga bisa meminta bayaran jika perusahaan AI ingin menggunakan konten mereka untuk melatih sistemnya.
Cloudflare juga tengah mengembangkan model “Pay Per Crawl”, di mana perusahaan AI wajib membayar setiap kali mengakses dan mengambil konten dari suatu situs.
CEO Cloudflare, Matthew Prince, mengatakan: “Jika internet ingin bertahan di era AI, kita harus memberi kendali penuh kepada para penerbit dan membangun model ekonomi baru yang adil untuk semua pihak.”
Mengapa Ini Penting?
Selama ini, bot AI (atau yang disebut crawlers) menjelajahi web untuk mengambil data, termasuk artikel, gambar, dan teks. Data tersebut kemudian digunakan untuk melatih model AI yang semakin canggih. Masalahnya, konten diambil tanpa izin, tanpa kredit, dan tanpa bayaran kepada pemilik aslinya.
Situasi ini memicu kemarahan banyak creator seperti musisi legendaris Sir Elton John, yang mengancam akan menuntut perusahaan AI asal AS, Perplexity, karena menggunakan kontennya tanpa izin.
Namun, AI tidak melakukan hal yang sama—mereka menyajikan konten hasil olahan langsung, tanpa menyertakan tautan balik atau memberi kompensasi.
Lonjakan Aktivitas Bot AI
Cloudflare mencatat adanya ledakan aktivitas bot AI, dengan lebih dari 50 miliar permintaan per hari yang masuk ke jaringan mereka hanya dari bot AI.
Sebagian besar dari bot ini bahkan mengabaikan protokol “robot.txt”—aturan standar yang seharusnya digunakan untuk menghormati batasan dari situs web.
Sebelumnya, Cloudflare sudah meluncurkan sistem jebakan bagi bot nakal, yang mengarahkan mereka ke “labirin” halaman palsu berisi konten acak buatan AI.
Kini, sistem pemblokir terbaru memungkinkan situs: memblokir bot AI yang tidak diinginkan, menyaring siapa yang boleh dan tidak boleh mengakses, dan menagih bayaran atas akses yang diizinkan.
Bukan Solusi Akhir, Tapi Langkah Penting
Meski diapresiasi luas, sejumlah ahli menyebut sistem ini masih belum cukup. Ed Newton-Rex, pendiri organisasi Fairly Trained, mengatakan: “Langkah ini seperti plester luka dalam situasi yang butuh operasi besar. Perlindungan yang nyata hanya bisa terjadi lewat hukum.”
Sutradara dan aktivis digital, Baroness Beeban Kidron, juga mendukung langkah Cloudflare: “Kalau kita ingin ruang digital yang sehat dan adil, perusahaan AI harus ikut membayar pajak, memberi kompensasi kepada kreator yang karyanya mereka gunakan, dan mendukung keseimbangan antara teknologi dan manusia.”
Langkah Cloudflare menjadi titik balik penting dalam memperjuangkan hak kreator di era AI. Dengan sistem ini, perusahaan teknologi besar tak bisa lagi sembarangan mengambil konten tanpa izin. Namun, perjuangan belum usai. Dunia masih menanti regulasi yang benar-benar melindungi karya manusia dari “penggusuran digital” oleh kecerdasan buatan. (*/)
Artikel ini telah dibaca 67 kali