KalbarOke.Com – Bayangkan jika pahlawan-pahlawan di balik setiap gedung, jembatan, dan jalan yang kita nikmati. Para pekerja konstruksi harus menghadapi risiko besar setiap hari tanpa jaring pengaman. Inilah mengapa jaminan ketenagakerjaan bukan sekadar fasilitas, melainkan sebuah keharusan yang vital bagi mereka.
Pentingnya hal ini kembali ditekankan dalam Rapat Koordinasi Teknis Implementasi Inpres No. 2 Tahun 2021 di Pontianak, Rabu (9/7/2025), yang dibuka oleh Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat (Sekda Kalbar), Harisson. Fokus utama rapat ini yaknimemastikan setiap pekerja konstruksi di Kalimantan Barat terlindungi penuh oleh program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek).
Mengapa Pekerja Konstruksi Perlu Perlindungan Ekstra? Harisson menjelaskan, sektor konstruksi adalah tulang punggung pembangunan daerah. Namun, ironisnya, para pekerjanya seringkali menjadi kelompok paling rentan terhadap kecelakaan kerja dan risiko lain.
“Sektor konstruksi memiliki peran vital dalam pembangunan daerah, namun pekerja di dalamnya seringkali menghadapi risiko pekerjaan yang tinggi,” ujar Harisson di Hotel Mercure Pontianak. “Oleh karena itu, memastikan mereka terlindungi oleh program jaminan sosial ketenagakerjaan yang komprehensif adalah prioritas.”
Ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo dalam Asta Cita poin 3 dan 4, yang menekankan peningkatan lapangan kerja berkualitas, pengembangan infrastruktur, serta penguatan sumber daya manusia. Dalam konteks ini, BPJS Ketenagakerjaan memegang peran kunci dalam fungsi perlindungan, pemberdayaan, dan pendidikan bagi para pekerja.
Data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Tahun 2025 menunjukkan ada sekitar 1,8 juta pekerja di Kalimantan Barat. Dari jumlah tersebut, 154.008 orang adalah pekerja sektor konstruksi.
Namun, fakta mencengangkan terungkap: hingga Juni 2025, hanya 29,86% atau 583.947 pekerja di Kalbar yang sudah menjadi peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Lebih spesifik lagi untuk sektor konstruksi, dari 77.214 tenaga kerja konstruksi, hanya 42.591 (sekitar 55%) yang sudah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Angka ini menunjukkan bahwa masih ada puluhan ribu pekerja konstruksi di Kalbar yang belum memiliki perlindungan dasar ini. Ini adalah celah besar yang harus segera ditutup.
Harisson menegaskan perlunya kolaborasi semua pihak—pemerintah daerah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Penyedia Jasa Konstruksi. Perlindungan Jamsostek harus menjadi perhatian utama sejak awal pelaksanaan proyek hingga masa pemeliharaan.
Ia juga mengapresiasi pemerintah kabupaten/kota, desa, dan badan usaha yang sudah peduli dengan memberikan perlindungan kepada pekerjanya. Himbauan pun disampaikan kepada seluruh Kepala Perangkat Daerah, dari tingkat kabupaten/kota hingga desa, untuk bersama-sama melindungi para pekerja di wilayahnya. Ini termasuk perangkat desa, BPD, RT/RW, kader-kader desa, hingga pekerja rentan seperti nelayan, petani, dan pedagang.
Wakil Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Kalimantan, Agus Dwi Fitriyanto, berharap rakor ini menghasilkan strategi konkret untuk meningkatkan cakupan kepesertaan dan kualitas pelayanan jaminan sosial bagi pekerja konstruksi.
“Diharapkan, melalui rapat koordinasi teknis ini, akan tercipta sinergi yang lebih kuat antar pemangku kepentingan untuk mewujudkan kesejahteraan yang lebih baik bagi pekerja konstruksi, sekaligus mendukung keberlanjutan pembangunan infrastruktur di Kalimantan Barat,” tutup Agus.
Rapat ini ditutup dengan penyerahan simbolis klaim peserta BPJS Ketenagakerjaan berupa santunan Jaminan Kematian (JKM) dan beasiswa, yang diserahkan langsung oleh Sekda Kalbar. Sebuah pengingat nyata akan manfaat penting dari perlindungan ini.
Artikel ini telah dibaca 157 kali