Pontianak – Aksi solidaritas mendukung KPU dan Bawaslu digelar organisasi massa Indonesia Bersuara Kalimantan Barat beberapa waktu lalu dianggap sebagai suatu hal yang wajar bagi pengamat sosial Dr. Syarifah Ema Rahmaniah. Dia menilai aksi solidaritas itu merupakan bentuk reaksi untuk memberikan dukungan dan cukup berpengaruh terhadap psikis Penyelenggara Pemilu.
“Ya itu wajar sebagai reaksi untuk memberikan dukungan kepada penyelenggara secara psikis,” ujar Ema saat diwawancarai via telepon, Kamis (9/5/2019) Sore.
Namun demikian, Ema menambahkan, aksi yang digelar jangan sampai anarkis dan malah menjadi ajang untuk menyebarkan narasi-narasi palsu. Dalam menggelar aksi, narasi yang disampaikan para peserta mestinya menjurus pada kebenaran dan keadilan serta bersumber pada informasi yang akurat.
“Namun jangan aksi anarkis dan gerakan menyebarkan kontra narasi. Klarifikasi berita bohong dan fitnah juga perlu diupayakan via sosmed, mencintai kebenaran dan keadilan yang bersumber pada berita informasi yang baik dan benar,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura ini juga ikut mengomentari adanya kelompok tertentu yang berupaya mendelegitimasi KPU. Dia beranggapan kalau upaya delegitimasi terhadap KPU sudah berlangsung sejak lama bahkan jauh sebelum hari pemungutan suara.
Upaya delegitimasi itu dijelaskan Ema dilakukan dengan penyebaran berita-berita hoaks seputar penyelenggaraan Pemilu, termasuk soal penyelenggara Pemilu. Berita-berita hoaks ini dikatakannya terus menerus digulirkan sehingga berhasil menggiring opini publik.
“Upaya delegitimasi KPU sudah jauh-jauh hari sebelum hari pencoblosan. Banyak berita hoaks yang tersebar seputar penyelenggaraan Pemilu dan penyelenggara Pemilu. Lalu, berita hoaks ini terus bergulir dan menggiring opini publik dengan berita kematian para anggota KPPS yang jumlahnya cukup banyak,” jelasnya.
Menurut dia, jika tudingan itu benar adanya, masyarakat yang mendapati kecurangan hendaknya segera mengumpulkan data untuk dijadikan barang bukti dalam pengaduan kepada lembaga yang berwenang. Bukannya malah menyebar informasi yang belum tentu benar yang justru berpotensi meresahkan masyarakat.
“Jika memang ada informasi kecurangan terjadi, masyarakat yang menemukan ini segera mengumpulkan data untuk dijadikan bukti dalam proses pengaduan. Ikuti tahapan dan prosedur pengaduan kecurangan ke Bawaslu dan DKPP. Kalau hanya menebarkan informasi sepihak yang tidak jelas bukti dan prosedur pengaduannya, tentu ini akan membuat masyarakat resah,” tukasnya.
Lebih lanjut Ema mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama mengawal tahapan Pemilu ini dengan bijaksana. Selain itu, dirinya juga mengimbau masyarakat untuk menahan diri sebelum menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.
Sebagaimana diketahui, pada Sabtu (4/5/2019) lalu muncul aksi solidaritas dari Indonesia Bersuara Kalimantan Barat yang mendukung KPU dan Bawaslu bekerja secara profesional dan independen di sisa tahapan Pemilu serentak 2019. Dalam aksinya, mereka juga meyakini bahwa KPU dan Bawaslu bersikap netral dan tidak memihak kepada salah satu kontestan Pilpres. (Ata)
Artikel ini telah dibaca 1729 kali