Pilkada. Pemilukada. Keduanya anggaplah sama saja. Singkatan dari pemilihan kepala daerah. Walaupun Pilkada secara langsung sudah beberapa kali digelar di era reformasi, untuk tahun 2024 ini agak spesial. Karena pelaksanaanya serentak, di seluruh wilayah; propinsi, kabupaten dan kota, di Republik Indonesia.
Bila mengacu dari jumlah provinsi yang puluhan dan kabupaten kota yang jumlahnya lebih dari limaratusan, berarti Pilkada kali ini idealnya berlangsung meriah. Dan akan tercatat dalam sejarah perjalanan demokrasi kepemiluan tanah air, bila kita sukses melaksanakannya. Karena itu, selain sebagai sebuah terobosan, Pilkada serentak juga sebagai tantangan, bagaimana kita bisa melaksanakannya dengan sukses, aman damai, dan lancar.
Ikhtiar untuk mendesain perhelatan pesta demokrasi daerah tersebut, pun terus dilakukan. Digelarnya debat pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota, yang jadwalnya masuk di tahapan kampanye, merupakan bagian upaya menciptakan kualitas demokrasi yang mumpuni.
Kemampuan seorang pemimpin diuji melalui debat. Mulai dari konseptual hingga implementasi. Maklum juga, sudah terlanjur ada guyonan, pesan, yang mengatakan, “Jangan membeli kucing dalam karung.” Dengan adanya debat, kualitas calon sang pemimpin setidaknya dapat dinilai.
Bahkan, di tegaskan dalam Undang Undang Pilkada, konstitusi mengatakan bahwa agar pelaksanaanya disiarkan melalui lembaga penyiaran. Perintah menyiarkan bertujuan agar khalayak atau publik dapat mendengar dan menyaksikan. Bukan hanya kemampuan calon pemimpin mereka, even debat juga dapat menjadi ajang untuk menunjukan peradaban demokrasi suatu komunitas yang menggelarnya kepada pihak luar.
Sebagai lembaga negara yang dimanahkan untuk mengurus Pemilu, tentulah KPU akan menggelar debat pasangan calon kepala daerah sesuai kaidah atau regulasi. Mulai dari Undang Undang, Peraturan dan segala aturan turunannya. Dan KPU sadar betul bahwa mereka tidak berada di ruang hampa. Malah mereka seolah sedang berada di dalam “aquarium”.
Boleh dibilang, KPU di daerah, di musim Pemilukada atau Pilkada ini, sedang diamati oleh semua pihak. Mulai dari masyarakat Pemilu, lembaga pro demokrasi, hingga lembaga formal seperti Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Jika tak sesuai regulasi, maka mereka akan disemprit dan bahkan juga disidangkan. Begitu pula dalam hal pengelolaan dan penggunaan anggaran-yang berbasis APBD, mesti berpedoman pada ketentuan yang digariskan; efektif dan efesien.
Debat calon kepala daerah yang resmi digelar KPU menjadi penting. Dengan keyakinan bahwa penyelenggaraannya bakal dilakukan secara teratur sesuai ketentuan dan memenuhi asas keadilan atau keberimbangan. Termasuklah, berupaya untuk mengakomodir semua kalangan agar ikut berpartisipasi menyaksikan produk audio visual yang disiarkan tersebut. Maka nya dalam setiap debat, kehadiran penerjemah-bahasa isyarat, sebagai salah satu komitmen aksesibel.
Lembaga penyiaran (sebagai wadah yang resmi disebutkan di UU Pilkada) yang tunduk terhadap rezim Undang-Undang Penyiaran, akan menjadi linier dengan agenda dari KPU yang menggelar debat, yang memang dibunyikan dalam Undang Undang Pilkada nomor 10 tahun 2016, ditegaskan kembali di PKPU Nomor 13 tahun 2024, khususnya pasal yang mengatur tentang penyiarannya. Lembaga penyiaran yang mengantongi Ijin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), bersiaran dengan berpedoman pada standar penyiaran, adalah diantara kaidah yang mengatur lembaga penyiaran tersebut. Setiap lembaga penyiaran, apakah itu penyiaran publik, penyiaran swasta, dan penyiaran komunitas, wajib patuh dengan kaidah yang diatur dalam UU Penyiaran No 32 tahun 2002, beserta ketentuan turunan maupun regulasi yang serumpun dengannya.
Kemajuan ilmu pengetehuan dan teknologi saat ini, termasuklah teknologi informasi, seakan kian mendukung masifnya penyebaran produk audio visual. Sebab kalau hanya terpaku terhadap IPP digital yang mulai berlaku pertengahan tahun 2023, sebaran produk aduio visual oleh lembaga penyiaran masih berbasis tower dan kekuatan pemancar institusi penyedia mux. Sebarannya masih terbatas pada radius tetentu. Meski disebutkan atau dibagi zona layanan, contohnya di Kalimantan Barat, tak secara otomatis jangakuan siar (free to air) akan merata di setiap zona yang telah dibagi. Karenanya, infrastruktur pendukung penyebaran produk audio visual diperlukan.
Salah satu infrastuktur penyebaran produk audio visual yaitu melalui satelit yang aksesnya menggunakan parabola. Dan Kalbar sebagai daerah yang “tidak mewah” terhadap akses siaran free to air (hanya tersentral di ibu kota propinsi dan sekitarnya), masyarakat di daerah cukup akrab dengan parabola. Sebelum kecanggihan internet hadir, satu satunya pilihan masyarakat untuk menikmati audiovisual atau menonton, ya, akhirnya memang dengan menggunakan parabola-untuk menangkap produk audio visual di pesawat televisi di rumah.
Namun dengan kemajuan internet yang semakin canggih dan hampir merata di semua wilayah (apalagi dengan 4G, 5G dan kehadiran starlink), idealnya akses audiovisual oleh warga kini kian meriah dan masif di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat. Warga menonton tv atau menyaksikan produk audiovisual, saat ini cukup dengan menggunakan android yang ada di tangan mereka, sambil menyeruput kopi di cafe, warkop, santai dan berolahraga di taman, makan di resto, duduk di meja makan dan teras rumah, disela berkebun atau bertani di sawah, serta berbagai aktifitas lainnya. Dan pola baru menyaksikan audio visual (menonton) seperti ini bukan hanya di kota besar, melainkan hampir merata di seluruh pelosok di tanah air yang terjangkau akses internet. Beda dengan dahulu kala, kalau ingin menonton harus nongkrong di depan pesawat televisi. Begitu juga dengan media sosial, kini dapat kita saksikan sedang gegap gempita menghiasi jagat maya dalam kurang lebih lima tahun terkahir.
Kembali lagi ke hal debat calon kepala daerah dalam kontestasi Pilkada, dengan infrstruktur teknologi informasi yang semakin maju, momen serentak yang dimulai tahun 2024 ini seakan menjadi momentum yang tepat. Para pemangku kepentingan, khususnya KPU di daerah, yang diberikan mandat dan amanah untuk menggelarnya secara resmi, harus gencar menyosialisasikan pelaksanaan debat kepada masyarakat. Dengan harapan agar masyarakat tertarik untuk menyaksikan adu gagasan calon pemimpin yang akan mereka pilih kelak di tanggal 27 November.
Sebelum menjatuhkan pilihannya di bilik suara, rakyat setidaknya memiliki refrensi. Selaku pemilik mandat, rakyat sudah menyimak, apa saja visi misi, janji, serta komitmen yang akan dilakukan pemimpin mereka untuk lima tahun kedepan. Berbaga hal yang telah diutarakan di debat, juga kelak dapat menjadi bukti bagi sang pemilik mandat, ketika suatu saat hendak menagih janji kepada gubernur, bupati, dan walikota nantinya. Dan yang pasti, even debat akan menepis istilah itu tadi-tidak ada lagi sebutan; “Memilih Kucing dalam Karung.”
“Meooong..?? No, Sorry ye..!! he..he.” Semoga!!** (Penulis warga Kalbar dan bekerja di media)
Artikel ini telah dibaca 1928 kali