PONTIANAK, KB1- Melintasi Jalan H M Suwigyo mungkin sebagian orang akan bertanya-tanya siapa sebenarnya nama tersebut yang saat ini dijadikan salah satu nama jalan di Kota Pontianak. Jalan yang terletak di kawasan Kecamatan Pontianak Kota tersebut saat ini dipadati perkantoran dan perumahan penduduk yang padat. Dan jalan in sebagai penghubung dari Jalan Alianyang ke jalan H Rais A Rahman.
Mengenang perjuangan pahlawan di 10 November ini, satu di antaranya H M Suwigyo. Pahlawan yang saat ini sudah tiada namun namanya selalu diingat lantaran dijadikan sebagai nama jalan di Kota Pontianak.
Mengunjungi makam dan kediaman, Almarhum HM Suwigyo untuk mengulas sejarah perjuangannya. Pahlawan yang satu ini ternyata tidak dimakamkan di pemakaman Pahlawan melainkan Tempat Pemakaman Umum (TPU) terletak di Jalan Komyos Sudarso Pontianak Barat samping Masjid Sirajul Munir tidak jauh dari kediamannya di Gang Salak Dua nomor 159 C Kelurahan Sungai Jawi luar Pontianak Barat.
Bernama lengkap Haji Machmud Suwigyo dilahirkan di Kuthoarjo Jawa Tengah 29 Oktober 1904.
Sri Jumiadatin, anak ketiga HM Suwignyo dari istri keduanya, Hj. Jamnah (90) menyatakan, memang sosok HM Suwignyo sendiri tidaklah setenar nama tokoh pejuang asli Kalimantan Barat (Kalbar).
Namun dijelaskannya, HM Suwignyo adalah pemuda asal dari Kutoharjo Jawa Tengah yang lahir tanggal 29 Oktober 1904 silam. Meskipun kurang mengetahui persis perjalanan sang ayah sepenuhnya, namun dirinya hanya mengingat sejumlah cerita ayahnya.
“Seperti awal pemberontakannya kepada Belanda dimulai saat almarhum berusia 17 tahun. Bapak berjuang agar pondok pesantren milik keluarga saat itu, tidak di ambil oleh pemerintahan Belanda. Namun bapak diasingkan dan dibuang di Boven Digoel,yang merupakan tempat pengasingan tokoh-tokoh pejuang Kemerdekaan Indonesia pada masa itu,” kenangnya, dilansir beritakalimantan.
Di Boven Digoel, lanjut Sri, HM Suwignyo bertemu sejumlah tokoh asal Kalbar, seperti Jeranding, Gusti Sulung Lelanang dan beberapa pejuang lainnya. Setelah itu, mereka melarikan dari tempat pengasingan dan kembali berjuang di Kalbar bersama tokoh-tokoh tersebut.
“Setelah kemerdekaan, Bapak aktif di militer di kesatuan Brawijaya dan kembali ke tanah Jawa kemudian kembali ke Pontianak tahun 1950-an hingga pensiun dengan pangkat Kapten. Hingga menetap di Kalbar serta menikah dengan ibu saya (Jumnah) saat berjualan obat di Kabupaten Sambas,” jelasnya.
HM Suwignyo sendiri meninggal pada usia 84 tahun, tepatnya tanggal 25 Februari 1988 atau 26 tahun lalu, dengan meninggalkan 4 anak dan 2 cucu serta sejumlah cicit.
Sedangkan untuk mengenang jasanya, di Kota Pontianak terdapat sebuah jalan yang menggunakan nama HM
Suwignyo yang diperkirakan ditetapkan saat HA Majid Hasan menjabat sebagai Wali Kota periode 1983-1993.
Sri Jumiadatin pun berterima kasih atas respon baik, penghargaan dan apresiasi yang diberikan oleh pemerintah hingga saat ini.
Sri menaqbahkan, ayahnya bahkan sempat menulis buku terkait perjuangan dimasanya bersama rekan seperjuangannya Jeranding.
“Bapak bergaulnya lebih banyak bersama pejuang-pejuang Kalbar yang saat ini pejuang-pejuang tersebut dapat dilihat nama-namanya di tugu Digulist yang terletak dikawasan Universitas Tanjungpura jalan A Yani,” katanya.
Sementara itu jajaran SKPD Pemerintahan Kota Pontianak yang mengunjungi makam serta kediaman H M Suwigyo.
Kunjungan tersebut sebagai penghormatan salah seorang pahlawan yang berjasa bagi bangsa Indonesia terutama bagi Kota Pontianak yakni Haji Machmud Suwignyo atau yang akrab di sebut HM Suwignyo.
Rombongan ziarah yang dipimpin oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pontianak, Uray Indra Mulya juga menyerahkan bingkisan berupa parsel untuk keluarga almarhum.
Uray menjelaskan,melalui kegiatan ini mengajak kepada masyarakat untuk tidak melupakan perjuangan para pahlawan khususnya keluarga pahlawan itu sendiri. Sehingga bagi penerus bangsa dalam mengisi kemerdekaan saat ini dapat meniru dan meneladani sosok HM Suwignyo yang rela berjuang demi bangsa dan negara ini.
“Sebab perjuangan saat ini bukan perjuangan dalam bentuk fisik seperti yang dilakukan para pahlawan terdahulu melainkan bagaimana kita mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan,” jelasnya, Senin (10/11).
Sementara terkait masih banyaknya pahlawan yang dimakamkan di TPU, Uray Indra menyatakan pesimis bisa memindahkan makam tersebut ke komplek makam pahlawan lantaran wasiat dari pahlawan tersebut kepada ahli waris agar dirinya dimakamkan secara sederhana dan berbaur dengan pemakaman masyarakat umum lainnya. (red/01)
Artikel ini telah dibaca 4520 kali