Pontianak – Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) menerima dengan berat hati kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) hanya sebesar 8,03 persen sesuai ketetapan Kementerian Ketenagakerjaan. Untuk perjuangkan kesejahteraan buruh, KSBSI berupaya mencarikan solusi dengan mengajukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pengupahan dan sudah masuk ke Prolegnas.
“Mudah-mudahan RPP pengupahan ini segera dibahas untuk menjadi Undang-Undang. Paling tidak bagaimana penetapan upah ini, mampu meningkatkan kesejahteraan para buruh,” ujar Suherman, Ketua Korwil KSBSI Provinsi Kalbar, saat ditemui KalbarOke.com, Jumat (19/10).
Meski telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan, namun KSBSI menilai UMP Kalbar masih jauh dari harapan. Sehingga sebelumnya KSBSI juga telah mengajukan judicial review terhadap aturan tersebut, meski akhirnya Mahkamah Konstitusi menolaknya.
Suherman berharap, jika RPP pengupahan disahkan menjadi Undang-Undang maka minimal dalam penghitungan upah minimum bisa melibatkan daya tawar serikat buruh. Baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota maupun di tingkat perusahaan.
“Karena dulu ketika sebelum PP nomor 78 kami bisa melakukan daya tawar. Kita juga dilibatkan dalam survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL), kalau sekarang kita tidak dilibatkan karena yang melakukan survei adalah Badan Pusat Statistik (BPS),” ungkapnya.
Selain itu, Suherman juga menambahkan, bahwa komponen penilaian dalam aturan tersebut harus ditinjau ulang. “Kalau dulu komponennya, sesuai Permen Nomor 13 itu komponennya 60 item, sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman,” pungkasnya. (Zz)
Artikel ini telah dibaca 1406 kali