Keinginan untuk meminta maaf. Begitu juga memberikan maaf. Terkesan mudah. Enteng. Tapi kenyataannya? “Tak segampang itu.” Padahal, sudah sering, pesan, nasehat dan sebagainya kita dengar. Termasuk yang kita baca dan disimak diberbagai kitab suci. Serta pendapat yang tetuang dalam tulisan maupun disampaikan secara lisan, oleh para pemuka agama dan cendikia-terkait untuk saling maaf memaafkan sesama bani Adam.
Hal maaf memaafkan pun seolah menjadi alur cerita tentang awal manusia hadir di alam semesta ini. Tersingkirnya Iblis dari syurga membuatnya menjadi dendam. Alih alih untuk memohon ampun atau meminta maaf kepada Sang Pencipta-atas kesombongannya yang tak patuh dan protes terhadap penciptaan manusia, Iblis laknatullah malah menyampaikan deklarasi. Menjadikan bani adam sebagai musuhnya dan akan diajak bersama mereka nanti di neraka jahanam.
Penting! Keberanian untuk mengakui dengan “tulus” kesalahan dan menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan yang dilakukan. Hebat! Bagi setiap orang yang mampu dan ikhlas untuk memberikan maaf kepada orang yang telah mengakui kesalahannya.
Maka nya tak heran, para pejabat atau pimpinan, ketika jabatan berakhir, biasanya akan menyampaikan permohonan maaf, baik dalam sambutan acara perpisahan, kunjungan kerja, dan aneka kegiatan lainnya di ujung masa jabatan. Kata “maaf” seolah menjadi senjata yang “ampuh”. Memberikan kesan yang positif. Terkait dengan jati diri atau kepribadian seseorang. Ketika bola maaf sudah dilempar oleh pimpinan, tinggal anak buah dan rakyat, apakah memiliki kemampuan untuk memberikan ke-maafan. Ehmmmmm.
Masih terkait dengan kata maaf. Kita teringat dengan Bill Clinton, yang pernah menjadi Presiden Amerika. Berkat keberaniannya mengakui kesalahan dan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada rakyat, membuatnya terhindar dari pemakzulan terhadap kasus selingkuh yang menderanya. Kebesaran hatinya untuk meminta maaf atas kesalahan, seolah memiliki skoring yang lebih tinggi dibandingkan kasus amoral Clinton.
Lagi lagi, meminta maaf atau memaafkan memang tak “segampang itu.” Malah, permohonan maaf akan lebih mudah disampaikan kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Selain penyampaiannya lebih private, Maha Pengasih dan Maha Penyayang adalah merupakan sifat Allah SWT.
“Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman, dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.” (QS Taha: 82)
Sebagai akhir dari tulisan ini, berikut mungkin diantara ungkapan doa permohonan maaf “sapu jagat”, yang ditujukan kepada Sang Khalik;
Ya Tuhan
Ya Rabbi
Terimalah Maaf dari Hambamu ini. Yang kadang masih dihinggapi rasa: paling berilmu, paling bijak, paling baik, paling kaya, dan paling sempurna. Sehingga dapat menceburkan kami menjadi ujub dan terjebak dalam kesombongan. Padahal tak ada yang pantas untuk sombong di muka bumi ini, selain Engkau Ya Rabbi.
Ya Tuhanku
Hamba juga memohon untuk dimaafkan. Bila seandainya ada terkesan kurang mampu bersyukur atas nikmat yang ada. Merasa diri paling merana dan miskin, paling tersakiti, serta berbagai perasaan diri paling terabaikan dan lainnya. Padahal nikmat Mu amat luas dan tak terhitung jumlahnya. Nikmat itu telah Engkau berikan saban hari kepada kami, setiap saat, detik demi detik.
Ya Allah..Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang..terimalah permohonan maaf hamba Mu ini..amiin.**
(Penulis bekerja di media)
Artikel ini telah dibaca 2239 kali