Akses Terbatas? LPSK Catat 108 Permohonan Perlindungan dari Kalimantan Barat, Dominasi Kasus Kekerasan Seksual Anak

Mahyudin, Wakil Ketua LPSK. | Akses Terbatas? LPSK Catat 108 Permohonan Perlindungan dari Kalimantan Barat, Dominasi Kasus Kekerasan Seksual Anak. (Foto: IST.)

KalbarOke.Com – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama Komisi XIII DPR RI menggelar sosialisasi bertajuk “Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana” di Pendopo Gubernur Kalimantan Barat, Jumat (10/10/2025). Acara ini bertujuan untuk memperkuat sinergi antarlembaga dalam melindungi saksi dan korban kejahatan di daerah.

Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai unsur penting, termasuk Wakil Ketua LPSK Mahyudin, Anggota Komisi XIII DPR RI Franciscus Maria Agustinus Sibarani, Sekretaris Jenderal LPSK Sriyana, serta perwakilan aparat penegak hukum, pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat sipil.

LPSK menyoroti adanya keterbatasan akses masyarakat Kalimantan Barat terhadap layanan perlindungan. Data menunjukkan, pada tahun 2024, LPSK menerima 108 permohonan perlindungan dari Kalbar. Sebaran terbanyak berasal dari Kota Pontianak (58 permohonan) dan Kabupaten Kubu Raya (16 permohonan).

LPSK mengungkap, dari 108 permohonan yang masuk dari Kalimantan Barat, sebagian besar didominasi oleh kasus kekerasan seksual terhadap anak (67 kasus), disusul oleh tindak pidana pencucian uang, penganiayaan berat, dan tindak pidana lainnya.

Baca :  Perkap Kapolri Nomor 4 Tahun 2025: Pedoman Baru Polri Hadapi Aksi Penyerangan

Wakil Ketua LPSK, Mahyudin, menyatakan setiap permohonan yang masuk menunjukkan keberanian korban untuk melapor dan mencari keadilan.

“Setiap permohonan menunjukkan keberanian seseorang untuk melapor dan mencari perlindungan. Itu adalah langkah penting saksi dan korban mendapat keadilan,” ujar Mahyudin.

Ia menambahkan, masih banyak korban yang belum berani melapor ke LPSK karena dibayangi rasa takut, stigma sosial, atau bahkan ketidaktahuan bahwa perlindungan hukum adalah hak yang dijamin oleh undang-undang.

Menanggapi tantangan di daerah, Franciscus Maria Agustinus Sibarani, Anggota Komisi XIII DPR RI, menilai perlindungan saksi dan korban di wilayah seperti Kalbar masih menghadapi berbagai kendala.

Franciscus menegaskan komitmen DPR RI untuk memperkuat sistem perlindungan ini melalui pembahasan RUU Perubahan Kedua atas UU Nomor 13 Tahun 2006, yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.

“Penguatan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban penting agar sistem perlindungan semakin kokoh. Ini harus menyentuh aspek kelembagaan, dukungan anggaran, dan koordinasi lintas sektor,” tegas Franciscus.

Baca :  Gubernur Norsan: ASN Wajib Jujur Isi SPI KPK! Kalbar Harus Tampil sebagai Provinsi Antikorupsi

Secara nasional, LPSK mencatat peningkatan permohonan perlindungan, mencapai 10.217 permohonan pada 2024. Namun, angka ini masih sangat jauh dari 584.991 kasus kejahatan yang tercatat Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023.

Mahyudin menjelaskan, perlindungan yang diberikan LPSK tidak hanya mencakup keamanan fisik. Namun, juga pemenuhan hak prosedural, bantuan medis dan psikologis, hingga rehabilitasi sosial.

“Perlindungan bukan hanya tentang menjaga keselamatan, tetapi memastikan saksi dan korban bisa pulih dan berani bersuara. Itulah bentuk keadilan yang ingin kami jaga,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi dalam upaya perlindungan melalui program Sahabat Saksi dan Korban (SSK). Program ini kini memiliki 58 relawan aktif di Kalimantan Barat yang membantu masyarakat mengakses layanan LPSK.

“Perlindungan adalah kerja kemanusiaan yang hanya bisa berjalan jika semua pihak terlibat, mulai dari aparat penegak hukum, pemerintah daerah, hingga organisasi masyarakat,” tutup Mahyudin.