BI KENDALIKAN INFLASI DENGAN KONTROL KONDISI PERBERASAN

Foto : INT.

MEMPAWAH, KB1 – Satu diantara komponen inflasi yang cukup berpengaruh di Propinsi Kalimantan Barat adalah harga bahan pangan pokok terutama beras. Fluktuasi harga beras umumnya terjadi karena kondisi ketersediaan atau proses distribusinya yang terganggu. Saat harga beras melonjak tinggi, nilai inflasi di Kalbar akan meningkat pula, maka dari itu Bank Indonesia Perwakilan Kalbar memberikan perhatian yang cukup besar pada kondisi perberasan di daerah ini dalam rangka mengendalikan inflasi.

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kalbar yang juga Ketua Tim Pengendalai Inflasi Derah (TPID) Kalbar, Dwi Suslamanto mengatakan beberapa upaya yang mereka lakukan untuk memastikan pasokan beras aman di pasaran adalah dengan meningkatkan produktifitas pertanian. Bentuk nyata dari upaya mereka adalah dengan mendukung penerapan Teknik Hazton di sejumlah daerah sentra pertanian Kalbar.

“Kita memandang pengendalian inflasi harus dilakukan dari akar permasalahannya, dengan meningkatkan produktifitas pertanian, maka ketersediaan beras di pasaran akan relatif bisa dijaga, tinggal bagaimana lagi kita menyelnggarakan distribusinya agar lancar dan merata ke setiap daerah,” jelas Dwi pada sebuah pertemuan di Desa Paniraman Kec Sungai Pinyuh beberapa waktu lalu.

Bentuk nyata dukungan Bank Indonesia dalam penerapan Teknik Hazton adalah dengan memberikan bantua pupuk dan bibit bagi para petani di beberapa wilayah. Sebab dengan teknik ini keperluan akan bibit padi memang relatif lebih banyak dibanding metode penanaman biasanya. Namun hasil panen yang akan diperoleh dengan teknik ini jauh meningkat secara quantum.

“Kita berikan bantuan bibit dan pupuk kepada para petani, selain itu kita juga fasilitasi sosialisasi serta pelatihan menggunakan Teknik Hazton kepada mereka, dengan begitu diharapkan para petani akan menerapkan teknik ini saat menanam padi,” lanjut Dwi.

Penerapan Teknik Hazton di Desa Paniraman terbukti berhasil meningkatkan produktifitas petanian di daerah ini. Berdasarkan data yang dimiliki BI, saat ini rata-rata petani setempat bisa memanen 5 sampai 8 ton gabah kering per hektar, padahal sebelumnya dengan metode SRI, hasil panen petani di desa ini hanya mencapai 2 sampai 4 ton (tan/06).

 

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 1567 kali