Pontianak – Pemilik lahan seluas kurang lebih tiga hektar di Pantai Kura-Kura, Desa Tanjung Gundul, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Hj. Ilma melalui kuasa hukumnya Daniel Edward Tangkau menggugat PT. GCL Indo Tenaga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak. Hal ini disampaian pada Jumpa Pers, Minggu (23/12) Kemarin.
Dalam perkara Nomor 49/G/2018/PTUN-PTK. Penggugat mencari keadilan atas tanah yang telah dikuasai keluarganya secara turun temurun. Hal ini dibuktikan dengan SKT tahun 1965 dan diperpanjang dengan Surat Pernyataan yang ditanda tanganinya pada tanggal 7 April 1997, dengan disaksikan oleh Camat dan Kepala Desa setempat.
Persoalan hukum ini berawal ketika PT. GCL Indo Tenaga ingkar janji untuk membayar ganti rugi senilai Rp. 900 Juta, untuk pembebasan lahan yang telah ditempati Hj. Ilma semenjak tahun 1960.
Di saat peradilan perkara tersebut masih berjalan proses hukumnya, Sabtu (22/12) kemarin, bangunan yang berdiri diatas lahan milik Hj. Ilma dibongkar secara paksa oleh Pemkab Bengkayang dengan dibantu aparat Kepolisian dan TNI.
Daniel Edward Tangkau mengatakan PT. GCL telah membebaskan tanah tanpa melalui prosedur yang berlaku di Pemerintahan, karena jika melalui prosedur Pemerintah pastilah ada Panitia Sembilan. “Dalam hal ini tidak pernah ada dibentuk Panitia Sembilan,” terangnya.
Dalam keterangan persnya, kuasa hukum Hj. Ilma ini juga mempertanyakan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bengkayang di atas tanah ber SKT milik Kliennya.
“Sertifikat Hak Guna Bangunan yang dikeluarkan oleh BPN tidak jelas. Karena sertifikat HGB tersebut diterbitkan atas tanah yang dikuasai oleh Penggugat. Dimana atas tanah tersebut telah berdiri rumah, bahkan terdapat makam keluarga juga di situ,” ungkap Daniel.
Daniel menyayangkan, bahwa saat proses hukum di Pengadilan Negeri Bengkayang sedang berlangsung, tetapi PT. GCL telah mengambil tindakan secara sepihak dengan menggusur bangunan milik Kliennya, dengan menggunakan alat berat dibantu dengan petugas Satpol PP, Kepolisian dan TNI tanpa mengindahkan peradilan yang sedang berjalan proses hukumnya.
“Belum ada keputusan pengadilan, kenapa PT. GCL lebih dulu mengeskekusi, dengan dalih berdasarkan Perda. Jika ada Perda kenapa tidak ada sosialisasi ke Masyarakat,” katanya dengan nada kesal.
Daniel mengatakan bahwa akan terus mencari keadilan, walau sampai ke Presiden RI. “Apalagi ini adalah perusahaan yang direktur utamanya dipimpin oleh WNA asal RRC, yang secara leluasa melakukan perbuatan sewenang-wenang tanpa mengindahkan hukum di Indonesia,” tegasnya.
Berdasarkan keterangan yang didapatkan Daniel dari Kementerian Agraria, bahwa PT. GCL Indo Tenaga dalam mengusahakan lahan tersebut dengan menggunakan dana swasta murni, bukan bersumber dari APBN.
Ia menjelaskan, lahan milik Warga yang berada di Desa Tanjung Gundul itu akan dikelola terlebih dahulu oleh PT. GCL Indo Tenaga, sebelum dijual kembali untuk kepentingan proyek pembangunan Perusahaan Listrik Tenaga Uap (PLTU).
“Ini jelas merupakan kebohongan Publik. Apalagi sampai dapat menggerakan aparatur pemerintahan. Penggusuran ini tidak punya kekuatan hukum tetap, karena Proses Peradilan sedang berjalan,” pungkasnya. (Fjr)
Artikel ini telah dibaca 2680 kali