KUBU RAYA, SP- Nelayan Desa Padang Tikar, Desa Padang Tikar Satu, Parit Timur Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya tidak bisa berbuat banyak melihat, Mereka hanya bisa melihat aktivitas kapal motor milik nelayan Andon yang beroperasi dengan menguras sumber daya laut, seperti ikan dan rajungan di perairan mereka.
Keluhan demi keluhan sudah disampaikan perwakilan nelayan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Kubu Raya. Sayang, lembaga yang berfungsi sebagai pengawasan dan pembinaan ini tak punya nyali untuk memutuskan permasalahan ini. konflik nelayan tradisional dan Andon pun terus terjadi di kecamatan ini.
Sebut saja Kemes. Nelayan tradisional setempat ini menyebutkan, masuknya belasan kapal motor air jenis Andon dari Karawang, Jawa Barat yang beroperasi sejak 6 bulan terakhir di perairan Batu Ampar ini mengurangi pendapatan nelayan setempat.
“Mereka menggunakan alat modern, sedangkan kami tradisional, ya kalah lah,” tuturnya, kepada kalbarsatu.com.
Ia pun kecewa lantaran instansi terkait sama sekali belum bisa menindaklanjuti permasalahan ini. Padahal keluhan ini sudah lama disampaikan nelayan tradisional, Kecamatan Batu Ampar, lantaran semakin hari hasil tangkapan dan pendapatannya drastis menurun.
Ia pun membandingkan, sebelum kapal Andon datang, penghasilan nelayan lokal berkisar 15 – 70 kilogram. Begitu kapal andon beroperasi di perairan Padang Tikar, pendapatan nelayan lokal semakin menyusut kisaran 5-10 kilogram.
“Gimana kami tidak kesal, dalam sehari saja perkapal Andon mendapatkan sekitar 400 kilogram sekali angkut. Kami minta pihak terkait dapat mencarikan solusi dari masalah ini,” tuturnya.
Celaka 12. Dari pengakuan sejumlah nelayan lokal menyebutkan, kapal Andon , saking ingin menguras isi laut, kapal dengan mesin 300 GT ke atas ini melakukan pelanggaran dari segi aturan tangkapan hasil laut.
“Ketika nelayan tradisional sedang melaut, kapal Andon justru sering ikut menepi untuk menyisir tangkapannya,” katanya.
Mustafa, nelayan Padang tikar lainnya menyebutkan sejak sebulan terakhir kehadiran nelayan Andon, penghasilan mereka berkurang dan belum ada titik penyelesaian hingga sekarang.
Bahkan pihak agen yang menampung hasil tangkapan laut dari nelayan Andon semakin membabi buta. Mereka meraup keuntungan yang besar dari hasil tangkapan, lantaran tonase yang besar dan cepat berdasarkan kapasitas kapal dan alat serba modern.
“Saya sejak kecil jadi nelayan. Dulu kami sering dapat rajungan besar. Sekarang kami hanya dapat kecil-kecil saja, “tuturnya.
Para nelayan pun tidak bisa berbuat banyak. Di laut mereka hanya bisa menyaksikan peralatan tangkap nelayan Andon yang serba canggih. Mereka menggunakan bupu dengan panjang ribuan meter ditambah dan alat penunjang lainnya.
Keadaan terbalik justru disampaikan seorang agen rajungan di Desa Parit Satu Batu Ampar, Ibrahim. Menyrytnya, keberadaan kapal Andon tersebut tidak ada masalah. Alasannya, kedatangan nelayan pendatang itu membawa berkah karena ia dapat membuka lapangan kerja untuk masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
“Hal ini positif untuk kami karena cukup membantu, dan bisa menyerap tenaga kerja didesa ini, dan saya membina para nelayan setempat dalam menjual hasil tangkapan dilaut dan istrinya bekerja, dan sebelum nelayan datang kesini kapal andon sudah beroperasi pada jarak 30 sampai 40 mill untuk mencari tangkapannya,” bebernya.
Ia pun menuding, permasalahan yang terjadi karena adanya kecemburuan sosial pada usahanya yang saat ini maju, dan sejauh ini ia akan terus membuka lapangan kerja di setiap desa untuk membantu perekonomian masyarakat, khususnya warga asli Desa Padang Tikar.
LPPMD Padang Tikar Satu, Abdul Muin ikut mengomentari. Sebelumnya pihaknya pernah melakukan kordinasi desa tentang keluhan nelayan yang resah terhadap kedatangan kapal Andon, namun saat itu pihak desa tidak mengeluarkan penolakan dari pihak pemohon, serta tidak menolak kapal pendatang yang masuk wilayah Batu Ampar.
Artinya mereka perlu mengeluarkan respon atas tuntutan kelompok masyarakat yang merasa keberadaan kapal luar yang masuk, intinya kalau kami mengevaluasi di lapangan, kenapa kebanyakan masyarakat yang mendukung atas proses kapal ini masuk dan juga usaha yang dilekola oleh agen-agen di sini.
“Jadi kami sudah melakukan tinjauan karena kapal andon ini tidak semena-mena dipanggil oleh oknum tertentu, tapi mereka sudah aktif selama tahunan,” tuturnya.
Abudl Muin menyatakan, pihak agen tersebut sangat mengharapkan bahan baku untuk mengelola lapangan kerja dalam menyerap tenaga dari masyarakat sendiri, bahkan warga yang dapat meningkatkan usaha es batu yang berskala besar untuk pengawetan hasil tangkapan para nelayan.
“Sekarang warga di sini juga memanfaatkan adanya lapangan kerja ini berinisiatif membuka usaha es batangan yang seharinya memproduksi sekitar 500- 1.000 per hari habis terjual dibeli oleh para nelayan pendatang dan agen tersebut,”tuturnya.
Ia juga menambahkan, kapal Andon tersebut beroperasi pada jarak di atas 3 mil dari wilayah luar tangkapan nelayan tradisional, serta bukan hanya dilaut kubu raya saja kapal andon beroperasi, tapi sampai perairan kayong utara, seperti di Pulau Penebangan Selat Karimata.
“Kami kembalikan lagi ke aturan hukum dengan penolakan sebagian nelayan sekitar, dan saya berharap kepada dinas terkait untuk segera menindaklanjuti keresahan yang saat ini terjadi, dan dapat diselesaikan secara kekeluargaan,” harap Abdul Muin.
Ketika KB1 mencoba konfirmasi terkait permasalahan yang terjadi kepada Kepala Desa Padang Tikar 1 yang pada saat itu berada di tempat menurut penuturan beberapa warga yang berada disana, Kepala Desa terkesan menghindar dan tidak mau berkomentar ketika beberapa awak media mencoba menghubunginya, Rabu (15/10) sore, hingga para awak media kembali pulang dengan menggunakan speed boat menuju ke Rasau Jaya dengan jarak tempuh kurang lebih 3 jam. (sep)
Artikel ini telah dibaca 1285 kali