Partai Demokrat (PD) akan mengajukan gugatan hukum terhadap hasil voting DPR yang menetapkan RUU Pilkada dengan mekanisme melalui DPRD. Namun PD masih mempertimbangkan, apakah gugatan itu akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau ke Mahkamah Agung (MA).
“Dengan hasil voting di DPR ini, saya sampaikan PD berencana melakukan sebuah gugatan hukum. Sedang kami pertimbangkan yang lebih tepat ke MK atau MA,” kata Ketua Umum DPP PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dikutip detik, dalam pernyataannya yang disampaikan kepada wartawan di Hotel Willard Intercontinental, Washington DC, Kamis (24/9/2014) pukul 09.00 waktu setempat atau Jumat (25/9/2014) pukul 08.00 WIB.
SBY menyebutkan tiga alasan PD akan melakukan gugatan hukum. Pertama, dalam Pemilihan Legislatif (Pileg), ketika rakyat memilih anggota DPRD, dalam pikiran rakyat bahwa pemilihan gubernur, bupati dan walikota akan dilakukan secara langsung.
Kedua, hasil voting DPR yang memilih Pilkada lewat DPRD tidak menghormati kedaulatan rakyat. “Dalam arti lain, rakyat tidak memberikan mandat kepada DPRD untuk memilih kepala daerah, gubernur, bupati, dan walikota,” ujar SBY. Ketiga, UU yang mengatur DPRD, Provinsi, Kabupaten dan Kota tidak secara eksplisit dan sah bahwa DPRD atau para anggota DPRD memilih gubernur, bupati, dan walikota.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana sepakat dengan rencana gugatan hukum. Ia pun mendorong para tokoh masyarakat untuk mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU PIlkada) ke Mahkamah Konstitusi. Menurut Ari, dampak gugatan yang diajukan oleh pesohor akan lebih terasa.
“Kepala daerah seperti Ridwan Kamil dan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) yang terang menolak bisa jadi motor,” kata Ari dikutip tempo, ketika dihubungi, Jumat, 26 September 2014.
Menurut Ari, kedua pemimpin daerah tersebut memiliki kedudukan hukum yang kuat jika mengajukan gugatan. Pengesahan revisi UU Pilkada menutup peluang keduanya kembali dicalonkan sebagai pemimpin daerah untuk periode kedua.
Masyarakat, Arie meneruskan, juga harus lebih awas dalam memantau jalannya sidang gugatan yang diajukan oleh tokoh. “Soalnya, satu hakim Mahkamah Konstitusi sudah jelas tidak netral.” Hakim yang dimaksud adalah Patrialis Akbar. Di hadapan ratusan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta, Patrialis terang-terangan mendukung pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
Jokowi Kecewa
Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) ikut geram atas pengesahan RUU Pilkada bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD. Jokowi meminta rakyat mencatat, partai mana saja yang merebut hak rakyat untuk memilih calon pemimpinnya.
“Bisa lihat sendiri kan tadi malam? Masyarakat bisa melihat, partai mana yang merebut hak politik rakyat. Catat saja,” ujar Jokowi dikutip kompas di Hotel Shangrila, Jakarta, Jumat (26/9/2014).
Jokowi menolak berkomentar banyak ketika ditanya mengenai langkah yang akan ditempuh untuk menyikapi keputusan DPR itu.
“Ndak ada langkah-langkah. Itu saja sudah,” kata Jokowi lalu meninggalkan wartawan.
Sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada menjadi UU pada Kamis hingga Jumat (26/9/2014) dini hari berlangsung alot hingga harus diputuskan melalui voting.
Saat pengambilan keputusan, fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih meraih 226 suara dari anggota. Adapun koalisi Jokowi-JK tetap mendukung Pilkada dilakukan secara langsung oleh rakyat hanya memperoleh 135 suara anggota.
Sementara Fraksi Partai Demokrat, yang semula mendukung Pilkada dilakukan secara langsung dan dengan syarat, lalu memilih walkout ketika syaratnya sudah disetujui oleh Fraksi PDI-P, PKB, dan Partai Hanura. Saat itu, sebanyak 129 anggota dari 148 kursi milik F-Partai Demokrat hadir dalam sidang paripurna. (berbagai sumber)
Artikel ini telah dibaca 1814 kali