Sambas Jelang Empat Abad

Juli adalah bulan yang spesial bagi Kabupaten Sambas. Karena selain berulang tahun kota nya, juga sekaligus diperingati sebagai momen penting pindahnya ibu kota kabupaten dari Kota Singkawang ke Sambas-setelah pemekaran wilayah.

Berusia hampir empat abad tentu bukanlah rentang yang pendek. Bahkan Sambas jauh lebih tua usianya bila dibandingkan Kota Pontianak-ibu kota propinsi Kalbar yang dua setengah abad dan hanya terpaut satu abad dengan Jakarta-ibu kota negara Republik Indonesia. Dan dari usia tersebut, bisa dibayangkan bagaimana Sambas sudah sejak lama memiliki peradaban yang maju, berkembang dan modern dizamannya kala itu.

Tidak lah rumit untuk menyaksikan kemajuan peradaban tersebut. Istana Sambas yang masih bisa kita saksikan saat ini adalah bukti kedigdayaan Sambas dizamannya. Sebagai sebuah kerajaan, sudah barang tentu Sambas memiliki tatanan kepemerintahan (jika dikonversikan dengan situasi sekarang) yang mumpuni. Bahkan wujudnya adalah kurang lebuh suatu negara (kerajaan Sambas jauh lebih tua dibandingkan dengan Pemerintahan Republik Indonesia). Atau sesekali kalau lagi ada kesempatan jalan ke Kuala Lumpur, Malaysia. Mampir lah ke museum negara nya. Ada terpampang di salah satu bagian tentang sejarah penyebaran Islam di wilayah borneo, Sambas termasuk salah satu titik yang tertua disinggahi.

Kerajaaan dipimpin oleh seseorang bernama Sultan. Beliau pasti sangat cakap dan beribawa karena levelnya kurang lebih sebagai seorang Presiden kalau saat ini.   Yang Mulia Sultan memiliki pembantu untuk urusan keagamaan yang cukup terkenal kala itu-baik secara keilmuagamaan maupun adab,  melakukan praktik perdagangan regional dan internasional, memiki pelabuhan dan rute pelayaran lintas negara dan sebagainya. Ketika Saya suatu saat pernah berdiskusi dengan H Subhan Nur-Ketua Majelis Adat Budaya Melayu Kabupaten Sambas dan wakil rakyat dapil Sambas di Propinsi Kalbar, dirinya masih memilki naskah perjanjian bisnis salah seorang saudagar Sambas dengan saudagar Singapura dizaman kesultanan.

Diakui. Faktual dan empirik. Begitulah kejayaan yang pernah dimiliki Sambas dimasa silam (meski refrensi masih sangat minim di tanah air tentang sejarah Sambas-namun kabarnya di Belanda justeru yang banyak). Dan ini tentu menjadi tantangan dan sekaligus pekerjaan rumah bagi kita untuk memperkaya literasi tentang Sambas, mulai dari sejarah, budaya dan lainnya.

Kembali lagi ke historis panjang peradaban kemajuan yang pernah dimiliki Sambas sudah sejak ratusan tahun silam, ini setidaknya menjadi cerminan bagi kondisi Sambas pada hari ini. Siapapun dia, hal tersebut akan menjadi beban psikologis-mengurus suatu daerah yang sebelumnya pernah sangat maju. Walaupun sebenarnya untuk membandingkannya apple to apple antara kerajaan Sambas masa lalu dengan pemerintahan Sambas era kini atau membandingkan Sultan dengan Bupati adalah tidak pas. Karena pasti tidak relevan dan sangat beda. Namun sangat tidak salah apabila untuk mempelajari bagaimana prinsip prinsip kepemimpinan Sultan dalam mengelola kerajaannya dan selalu dicintai rakyatnya. Bahkan itu menjadi keharusan dan mutlak bagi para pemimpin di Kabupaten Sambas.

Setelah “terlunta” sekian lama-sejak orde lama dan orde baru diera Indonesia merdeka-akibat berubahnya tata kelola kepemerintahan dan berlaihnya peradaban dari lalu lintas air ke darat-serta secara posisi malah Sambas seolah berada diujung negeri Indonesia, pindahnya ibukota ke Sambas dari Singkawang sebagai buah dari era reformasi (kabupaten dimekarkan jadi tiga: Sambas-Singkawang-Bengkayang), disambut dengan sukacita. Dan sukacita itu kian lengkap dengan hadirnya pemimpin Sambas yaitu Bupati dari rahim rakyatnya sendiri-satu kali melalui proses pemilihan DPRD dan selebihnya pilkada langsung.

Ketika itu yang muncul dibenak atau pemikiran masyarakat, diera reformasi tersebut, Sambas kian mantap melejit dan maju. Maju dan berkembang serta disegani mengikuti jejak yang pernah diraihnya dimasa silam. Namun kenyataannya, mengimpikan kemajuan tersebut tidaklah semudah membalik telapak tangan. Banyak rintangan dan tantangan. Bahkan salah satu indikator kemajuan yaitu Indeks Pembangunan Manusia atau biasa disingkat IPM, Sambas beberapa kali diurutan buncit alias paling akhir.

Lagi lagi memang kita sedang tidak berdiri sendiri. Itu yang jadi persoalan. Ada daerah lain yang menjadi pembanding. Terutama yang paling gampang adalah membandingkan Sambas dengan daerah kabupaten lain yang sama sama produk pemekaran di Kalbar atau propinsi lain bahkan. Apapun situasi dan kondisinya, apapun tantangan yang dihadapi setiap pemerintahan, pastilah masyarkat Sambas atau orang Sambas akan menuntut agar Sambas harus melompat jauh kedepan. Sebab rentang 20 tahun lebih usia otonomi Sambas pasca pemindahan ibukota bukanlah usia yang pendek. Bukan saatnya lagi untuk masih meraba raba mencari formulasi yang jitu dalam mendorong kemajuan daerah Kabupaten Sambas yang kita cintai ini.

Semua harus kompak, duduk semeja  dan bersatu padu serta selalu bergandengan tangan untuk bersama sama berikhtiar dan bedoa kepada Yang Maha Kuasa untuk kemajuan Sambas. Apalagi kita semua tahu dan kini sedang merasakan, betapa tantangan kedepan, baik untuk Sambas, Kalbar, Indonesia dan bahkan juga masyarakat diberbagai belahan dunia, akan semakin berat akibat pandemi yang belum jelas kapan akan segera berakhir ini. **(Penulis adalah biak Pemangkat dan bekerja di PonTV)

#Tulisan ini dipersembahkan untuk Kota Sambas yang berulang tahun
#Selamat Hari Jadi Kota Sambas yang ke 389 dan HUT Perpindahan Ibu Kota ke Sambas ke 21

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 2890 kali