KUBU RAYA, KB1- Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Kubu Raya, Joko Triyono menampik bahwa pihaknya telah melakukan upaya preventif dalam kasus hadirnya nelayan kapal andon berasal dari Karawang, Jawa Barat, di mana kehadirannya meresahkan nelayan tradisional, Kecamatan Batu Ampar enam bulan terakhir ini.
Belasan kapal andon diduga didatangkan oleh agen lokal setempat untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan nasib nelayan tradisional setempat hingga saat ini masih melenggang bebas menangkap hasil laut yaitu ranjungan (kepiting putih) tanpa memperhatikan kearifan lokal.
Saat dikonfirmasi via seluler, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kubu Raya, Joko Triyono mengatakan sebelumnya pihak dinas tidak mengetahui hadirnya kapal-kapal andon yang telah enam bulan beroperasi di wilayah pesisir yaitu Kecamatan Batu Ampar, setelah hal tersebut diperbincangkan hangat di beberapa media baru-baru ini pihaknya langsung mengupayakan mediasi terhadap keberadaan kapal-kapal tersebut.
“Sebelumnya kita tidak mengetahui hadirnya kapal-kapal andon tersebut, karena DKP Kubu Raya tidak memiliki UPT atau perpanjangan tangan di tiap-tiap kecamatan dan kita tidak menerima adanya keluhan masyarakat setempat ketika hadirnya kapal-kapal tersebut,” katanya.
Belum lama ini, Joko menuturkan, hadirnya kapal-kapal andon tersebut DKP telah melakukan mediasi antara pihak pemerintah baik itu DKP Kubu Raya, pihak kecamatan, perangkat desa, pengusaha lokal penampung hasil tangkapan kapal andon serta nelayan tradisional yang menolak kehadiran kapal-kapal tersebut dan juga kita telah menyurati DKP Kalbar.
“Sampai sekarang belum mendapatkan jawaban untuk tindak lanjutnya,” katanya.
Ia katakan, hasil dari pertemuan antara pihaknya bersama Muspika setempat alhasil dirinya mengatakan ada hal positif yang didapat atas hadirnya kapal andon tersebut yaitu mendatangkan peluang kerja kepada masyarakat setempat terutama para ibu rumah tangga yang diberdayakan menjadi buruh upah untuk mengupas kulit ranjungan yang diberdayakan pengusaha penampung lokal.
“Masyarakat Desa Padang Tikar Satu, Parit Timur Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya khususnya ibu-ibu rumah tangga terbantu dengan hadirnya kapal-kapal andon tersebut mereka diberdayakan untuk menjadi buruh upah menjadi pengupas renjongan yang dibayar oleh pengusaha lokal yaitu Amir dan Ibrahim per hari mereka bekerja,” tuturnya.
Mengenai sikap DKP Kubu Raya, Joko mengatakan saat ini pihaknya belum bisa memutuskan apa tindakan selanjutnya yang akan dilakukan, karena menurut aturan kapal-kapal yang berkapasitas di atas 10 GT (besaran muatan) langsung ditangani oleh pihak DKP Kalbar dan melihat kapal-kapal andon yang datang berkapasitas di atas 10 GT maka pihaknya belum bisa melakukan upaya apapun.
Yang juga mengejutkan, saat disinggung mengenai izin, Joko mengungkapkan dari awal kehadiran Kapal-kapal andon tersebut tidak memiliki izin ataupun rekomendasi oleh DKP Kubu Raya untuk dapat beroperasi di wilayah Kubu Raya.
“Mengenai izin, kita tidak pernah mengeluarkan rekomendasi tersebut, kita sendiri tidak mengetahui kalau mereka beroperasi di Kubu Raya sebelumnya,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kubu Raya, Bahtiar mengatakan pihaknya telah menyurati dinas terkait dan departemen kelautan dan perikanan dan gabungan kelompok nelayan untuk menyusun produk peraturan terkait hadirnya kapal-kapal andon yang ada saat ini.
Produk peraturan tersebut agar nelayan andon yang datang dan beroperasi ke wilayah Kubu Raya dapat tertib dan bekerja sama dengan nelayan setempat, dan pada 30 April 2014 lalu lahir peraturan menteri mengenai nelayan andon, dari peraturan tersebut. “Kesimpulannya, nelayan andon dibolehkan untuk beroperasi di wilayah tempat mereka menangkap hasil laut selagi mereka memberikan kontribusi terhadap masyarakat,” tuturnya.
Ia mencontohkan, kontribusi yang diberikan nelayan andon seperti memberikan lapangan pekerjaan untuk masyarakat setempat, yang kedua para nelayan andon tidak mengganggu atau merusak ekosistem yang ada. Ketiga, nelayan andon yang datang harus dapat menggandeng nelayan tradisional setempat. MIsalnya para nelayan andon memiliki 10 alat tangkap maka mereka harus memberikan paling tidak 2-3 alat tangkap kepada nelayan tradisional agar mereka yang semula dari nelayan tradisional juga berkompetisi menjadi nelayan modern.
“Tentunya di situ ada penyeimbangan,” tuturnya.
Tambahnya, ketika nelayan andon yang masuk ke wilayah Kubu Raya, di dalam aturan harus menyurati DKP Kubu Raya atau meminta rekomendasi dari dinas yang menaungi tentang laut tersebut. Jika nelayan andon tidak melakukan hal tersebut maka harus dipulangkan dan tidak boleh beroperasi di Kubu Raya.
Bahtiar menambahkan, saat ini pihak DKP Kubu Raya harus bersikap, tidak lain untuk menghindari konflik horizontal yang bisa saja terjadi karena adanya keresahan nelayan tradisional yang bergulir saat ini di Kecamatan Batu Ampar tersebut.
“Ketika saat ini barulah nelayan andon mengurus izin setelah sekian lama beroperasi di Kubu Raya itu merupakan kelalaian yang dilakukan DKP Kubu Raya, bukan hanya lalai namun kinerja DPK sangat lemah, seperti kasus ini ketika baru mendapatkan informasi dari media ataupun masyarakat barulah DKP bertindak berarti sistem pengawasan DKP di perairan Kubu Raya sangatlah lalai karena bisa kecolongan seperti itu,” pungkasnya.
Sementara itu terkait dengan mediasi DKP bersama muspika setempat yang katanya juga memanggil dua kubu yang berselisih antara pengusaha penampung dengan nelayan tradisional setempat, salah satu perwakilan nelayan tradisional Desa Padang Tikar Satu, Kecamatan Batu Ampar, Kames Bulat membantah kalau para nelayan tradisional menghadiri pertemuan tersebut.
“Saya dan kawan-kawan nelayan tradisional menolak adanya kapal-kapal andon tersebut dan kami sama sekali tidak menghadiri pertemuan yang dilakukan pada hari pertemuan tersebut, dan saya tegaskan kami tetap menolak keberadaan kapal-kapal tersebut karena merugikan kami nelayan tradisional yang melaut di sini,” tuturnya.
Ia pun berharap agar Bupati Kubu Raya dapat mengambil sikap tegas terkait permasalahan ini, karena mereka yakin teriakan-teriakan ini pasti didengarkan.
Anggota DPRD Kubu Raya, Agus Sudarmansyah angkat bicara mengenai polemik yang terjadi tersebut, ia katakan, DKP Kubu Raya harus melakukan langkah konkrit dalam konteks penegakan aturan. Ketika peraturan undang-undangan tidak terpenuhi tentunya harus ada tindakan tegas yang dilakukan pihaknya agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
“Ketika dalam konteks undang-undang ataupun peraturan ketika adanya pelanggaran, tentunya pihak DKP harus melakukan tindakan tegas dalam hal penegakan aturan yang ada, karena produk hukum dibuat bukan untuk dilanggar, akan tetapi agar adanya keteraturan di dalam,” tegasnya.
Dirinya mengatakan, DKP yang menaungi bidang tersebut haruslah berada di tengah-tengah nelayan dan harus mengedepankan kepentingan dan hak-hak nelayan setempat, dan tetap mengedepankan kearifan lokal yang telah ada sejak lama.
“Pastinya harus ada win win solution antara nelayan tradisional dengan nelayan andon. Ketika berbicara mengenai kearifan lokal, dan saya tegaskan terhadap keberadaan nelayan andon harus memenuhi kearifan lokal dan tentunya wajib untuk menggandeng nelayan setempat,” katanya.
Mengenai aturan jika memang ditemui pelanggaran baik itu izin dan lain sebagainya produk hukum wajib untuk ditegakkan dan tidak ada tawar menawar dalam hal tersebut.
Dipertegas oleh Ketua MPC Pemuda Pancasila Kubu Raya, Bambang Sridadi, mengatakan pihaknya sangat menyayangkan lemahnya pengawasan DKP terhadap kapal-kapal andon yang masuk dan lemahnya sikap yang dilakukan pihak dinas tersebut.
“Saya selaku Ketua MPC PP Kubu Raya akan memimpin langsung ke Batu Ampar untuk mengusir nelayan-nelayan andon yang secara langsung ataupun tidak langsung telah menggerus penghasilan nelayan tradisional setempat, saya berjanji,” tegasnya dengan suara lantang. (snd)
Artikel ini telah dibaca 1423 kali