JAKARTA, KB1- Pengumuman 34 nama menteri kabinet pemerintahan Jokowi-JK di Istana Negara, minggu (26/10/2014) menyisakan penyesalan dari sejumlah tokoh di Pulau Kalimantan. Formasi dalam kabinet ini pun dianggap belum menggambarkan keterwakilan dari seluruh wilayah di Indonesia.
Koordinator Pusat Forum Peduli Borneo, Gusti Nurpansyah, dalam rilisnya, Sabtu (25/10/2014) menyebutkan, penyusunan kabinet yang berasal dari profesional murni dan partai politik cukup penting.
Namun, tak kalah penting perihal keterwakilan daerah sebagai pertimbangan dari aspek geopolitik, historis dan sosiologis. Hal itu lantaran, Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas.
“Keterwakilan wilayah sangat penting untuk pertimbangan geopolitik, historis dan sosiologis. Indonesia sangat luas, sehingga representasi wilayah harus diakomodir,” jelas Gusti, dikutip okezone.
Menurutnya, salah satu wilayah yang layak mendapat posisi menteri adalah Kalimantan Selatan. Potensi sumber daya manusia di Kalimantan Selatan cukup mumpuni untuk menjadi menteri.
Sementara itu, Ketua Kerukunan Warga Kalsel, Yakob, mengungkapkan hal senada. “Keinginan masyarakat Kalsel agar putra daerahnya terpilih jadi menteri begitu kuat. Mereka bahkan telah mengirim surat ke presiden untuk persoalan tersebut,” katanya.
“Sekarang semua tentu kita percayakan pada Presiden Jokowi,” pungkasnya.
Penyesalan yang sama juga datang dari Kalimantan Barat. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Erma Suryani Ranik, mengatakan pihaknya menyesalkan tidak ada satupun putra asal Kalimantan yang duduk dalam Kabinet Kerja bentukan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
“Padahal Kalimantan adalah bagian dari Indonesia juga sebagaimana Papua,” katanya saat dihubungi dari Pontianak, Minggu, dikutip antarakalbar.
Ia mengakui menyesalkan sekaligus kecewa Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak memperhatikan asas keterwakilan wilayah.
“Tidak ada putra Kalimantan yang diangkat sebagai menteri,” katanya menambahkan.
Sementara menurut dia, banyak putra terbaik dari Kalimantan yang layak untuk mewakili pulau terbesar kedua di Indonesia itu.
Selain menyoroti persoalan keterwakilan wilayah itu, mantan anggota DPD RI tersebut mengatakan pembentukan kementerian baru, perubahan nomenklatur kementerian, akan memakan biaya dan menyulitkan koordinasi dan penggunaan anggaran.
Contohnya mengenai pemisahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sangat mengkhawatirkan bagaimana sinkronisasi dengan anggaran pendidikan yang dikelola oleh Kementerian Agama.
“Bagaimana penerapannya dalam APBN 2015 dan APBNP 2014?” katanya setengah bertanya.
Erma juga menyatakan menyesalkan dipilihnya Tjahyo Kumolo sebagai Menteri Dalam Negeri, karena menurut dia, yang semestinya menjadi Mendagri adalah birokrat dan bukan politisi. Karena Kementerian Dalam Negeri berhubungan langsung dengan kepala daerah dari berbagai macam latar belakang.
“Posisi netral adalah sangat penting di Kementerian ini karena DPRD juga bagian dari pemerintah daerah,” imbuhnya.
Ia sangat menyayangkan penempatan yang tidak sesuai dengan kapasitas. Misalnya saja untuk jabatan yang kini diemban mantan Sekjen Depdagri dan Sekjen DPD RI, Siti Nurbaya. Semestinya Siti Nurbaya lebih pantas duduk di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
“Tetapi sayangnya dijadikan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup,” kata mantan jurnalis dan aktivis lingkungan tersebut.
Presiden Jokowi Beri Nama Kabinet Kerja
Presiden Joko Widodo memberi nama kabinetnya dengan sebutan Kabinet Kerja. Menurut Jokowi, pembentukan susunan menteri lebih cepat delapan hari dari waktu yang diatur dalam undang-undang, yaitu 14 hari.
“Saya bersama Pak JK (Wakil Presiden Jusuf Kalla) sangat berhati-hati dalam memilih menteri,” kata Jokowi di Istana hari ini, Ahad, 26 Oktober 2014.
Pengumuman Kabinet Kerja dimulai pukul 17.20 WIB. Semua calon menteri sudah lebih dulu hadir dengan berpakaian putih dan celana hitam. Jumlah menteri sebanyak 34. Presiden dan Wakil Presiden juga memakai baju yang sama.
Dalam menentukan calon menteri, Jokowi menggunakan cara baru untuk menyaring mereka. Di antaranya, melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk melihat rekam jejak calon menteri. Jokowi ingin orang-orang di kabinetnya nanti bersih dari masalah hukum. (red)
Artikel ini telah dibaca 1472 kali