PONTIANAK, KB1- Walikota Pontianak, Sutarmidji tampak kesal dengan sejumlah putusan di pengadilan, di mana Pemkot Pontianak selalu dirugikan setiap kali mengajukan gugatan dari pengusaha di pengadilan.
Seperti pada perkara Pasar Flamboyan yang digugat sejumlah pemilik Ruko lantaran Pemkot menolak permohonan Hak Guna Bangunan (HGB) mereka. Alasan Pemkot menolak permohonan HGB itu karena para pemilik Ruko tersebut mengajukan permohonannya tujuh bulan sebelum masa HGB-nya berakhir.
Padahal berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, HG dan Hak Pakai Atas Tanah, pada pasal 27 ayat 1 menyebutkan perpanjangan HGB diajukan dua tahun sebelum masa berlakunya berakhir. Namun dalam perkara itu justru Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan para penggugat sebagai pemenang.
“Berarti mereka sudah menyalahi pasal 27 ayat 1, kenapa PTUN masih memenangkan mereka. Lalu PTUN itu gunakan aturan apa. Kalau bukan menegakkan peraturan pemerintah, peraturan perundang-undangan, itu peradilan apa namanya,” kata Sutarmidji.
Demikian juga dengan perkara yang ditangani Pengadilan Negeri. Dalam suatu perkara, penggugat menuntut ganti rugi kepada Pemkot dengan bukti pengeluaran berupa kuitansi tahun 2006, 2007 dan 2008. Namun dalam kuitansi tersebut, materai yang digunakan justru terbitan tahun 2013.
“Berarti kan sudah patut diyakini hakim bahwa itu palsu. Nah, kenapa justru tuntutan itu dikabulkan,” kesalnya.
Putusan-putusan itu dinilai Sutarmidji sebagai putusan yang sesat dan tidak layak ditegakkan lantaran bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Seribu putusan pun terkait Pasar Flamboyan, tidak bakalan satu pun putusan yang akan saya laksanakan selama saya jadi Walikota. Saya berani pertanggungjawabkan apa yang saya ucapkan dan apa yang ada, di manapun di hadapan profesor manapun tentang hukum saya bisa pertanggungjawabkan apa yang saya tolak. Saya yakin kita benar,” cetusnya.
Sebaliknya, justru dirinya mengacungi jempol bila peradilan bisa mengeksekusi bangunan ruko Pasar Flamboyan yang digugat oleh beberapa pemiliknya. Betapa tidak, Pemkot telah mengantongi putusan pengadilan tahun 2008 dan telah incracht di mana dalam putusan itu pemilik ruko harus membongkar sendiri bangunannya.
“Nah, kenapa ketika mereka menggugat justru pengadilan memenangkannya. Sekarang kalau kita hadapkan dua putusan ini, pengadilan mau mengeksekusi yang mana,” tutur Midji.
Tak ayal, polemik Pasar Flamboyan itu mengusik dirinya untuk membeberkan duduk persoalannya supaya masyarakat mengetahui fakta yang sebenarnya. “Saya nanti akan buat kronologisnya dan dimuat di media cetak satu halaman penuh supaya masyarakat tahu bagaimana bobroknya suatu putusan,” katanya. (jim/01)
Artikel ini telah dibaca 1463 kali