Indeks

Bupati Sintang “Sindir” Tambang Emas dan Kelompok Tani Dadakan di Tengah Gemerlap Gawai Dayak XII

Gawai Ramai, Aman, dan Berdaya Ekonomi Lokal

Para peserta Pekan Gawai Dayak (PGD) XII, Kabupaten Sintang. (Foto: IST)

KalbarOke.Com – Pekan Gawai Dayak (PGD) XII di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, resmi dibuka oleh Wakil Gubernur Krisantus Kurniawan pada Rabu (16/7/2025). Di tengah kemeriahan perayaan syukur dan budaya masyarakat Dayak, Bupati Sintang, Gregorius Herculanus Bala, justru menyematkan “sindiran” tajam tentang isu-isu krusial yang akrab dengan keseharian warganya: polemik tambang emas rakyat dan fenomena kelompok tani dadakan.

Ribuan masyarakat tumpah ruah di Rumah Betang Tampun Juah untuk menyambut Wagub Kalbar dan Bupati, merayakan momen tahunan yang penuh makna syukur, budaya, dan persatuan ini. Wagub Krisantus dalam sambutannya menekankan bahwa gawai adalah bentuk syukur atas hasil kerja dan berkat Tuhan, serta warisan budaya yang harus dijaga dari gempuran globalisasi. Ia juga menyentil tantangan ekonomi Kalbar seperti kemiskinan dan infrastruktur, mendorong pemanfaatan sumber daya alam yang lestari.

Namun, giliran Bupati Gregorius yang berbicara, suasana reflektif menjadi lebih kentara. Ia tidak ragu mengangkat isu-isu sensitif yang menjadi realitas hidup masyarakat Sintang.

Mengenai pekerjaan tambang emas rakyat yang kerap menjadi polemik, Gregorius menyampaikan pandangan yang mungkin kontroversial namun realistis. “Kalau tidak ada kerja emas, usaha-usaha yang ada ini banyak yang belum dibuka, sudah tutup. Jadi tolong dipahami, ini bukan berarti kita mau merusak alam. Ini soal realitas hidup masyarakat kami,” tegasnya. Pernyataan ini membuka perspektif bahwa di balik isu lingkungan, ada desakan ekonomi yang kuat bagi masyarakat setempat.

Tak hanya soal tambang, Bupati Sintang juga menyoroti kebiasaan yang kerap terjadi di sektor pertanian: munculnya kelompok tani dadakan. Ia menyindir praktik di mana kelompok tani hanya aktif saat ada bantuan, lalu menghilang begitu bantuan habis. Gregorius mengajak seluruh elemen masyarakat untuk membangun komitmen kolektif dan konsisten dalam berusaha, agar hasil kerja bisa benar-benar disyukuri dalam gawai.

“Kalau kita sudah jadi petani dan pengusaha yang hebat, maka gawai kita akan lebih bermakna, karena ada yang benar-benar disyukuri,” tambahnya, seolah memberikan “tamparan” halus agar masyarakat tidak hanya menunggu bantuan, tetapi juga berdaya secara mandiri.

Di tengah pesan-pesan penting tersebut, Bupati Gregorius juga tak lupa mengingatkan pentingnya menjaga ketertiban dan keamanan selama PGD berlangsung. “Saya harap ramai, tapi aman. Kalau tidak ramai, bukan gawai namanya. Tapi kalau tidak aman, tidak pantas kita rayakan,” pesannya.

Peran UMKM turut menjadi sorotan positif dalam gawai ini. Pedagang seperti Nini Tresya, yang menyewa lapak dengan antusias, merasakan langsung keramaian dan persatuan masyarakat. PGD XII tidak hanya menjadi ajang hiburan dan pelestarian adat, tetapi juga forum refleksi mendalam atas tantangan sosial-ekonomi Sintang. Dengan semangat syukur, persatuan, dan gotong royong, gawai ini membuktikan bahwa identitas lokal tetap relevan, bahkan di tengah dinamika modernitas, sambil juga menjadi ajang untuk menyuarakan realitas dan harapan bagi kemajuan bersama.

 

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 136 kali

Exit mobile version