KalbarOke.Com – Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat (Sekda Kalbar), Harisson, menyoroti perkembangan modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang kian kompleks dan melibatkan sindikat terorganisir. Hal ini terungkap dalam kegiatan monitoring dan evaluasi TPPO di Kalbar, yang menegaskan urgensi sinergi multisektoral untuk memberantas kejahatan kemanusiaan ini.
Harisson mengungkapkan bahwa para pelaku TPPO di Kalimantan Barat terus berinovasi dalam menjerat korbannya. Modus lama seperti kawin kontrak, magang di luar negeri, serta eksploitasi tenaga kerja sebagai asisten rumah tangga, baby sitter, perawat, dan penjaga toko masih marak terjadi.
“Namun, ada modus terbaru yang patut diwaspadai, yaitu menjadikan korban sebagai penerjemah Bahasa Mandarin,” tegas Harisson saat hadiri monev TPPO, Kamis 10 Juli 2025. Modus ini menunjukkan bahwa sindikat TPPO tidak hanya menyasar pekerja dengan keterampilan rendah, tetapi juga mereka yang memiliki kemampuan bahasa, membuka pintu bagi eksploitasi yang lebih terselubung.
Pemerintah Provinsi Kalbar, dengan landasan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Orang, khususnya perempuan dan anak, telah mengambil langkah serius. Pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO, sosialisasi masif, dan pemantauan korban — tidak hanya dari Myanmar, Tiongkok, Taiwan, dan Malaysia, tetapi juga kasus domestik — menjadi bukti komitmen ini.
Senada dengan Harisson, Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Ratna Oeni Cholifah, menambahkan bahwa TPPO merupakan salah satu kasus kekerasan tertinggi terhadap perempuan dan anak di Kalbar, di samping KDRT, kekerasan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Oleh karena itu, penguatan koordinasi antarpihak, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga seluruh tingkatan pemerintahan, menjadi kunci dalam membongkar dan memberantas modus-modus TPPO yang terus berkembang. Sinergi ini diharapkan mampu menciptakan Kalimantan Barat yang bebas dari kejahatan perdagangan orang, serta memberikan perlindungan maksimal bagi hak asasi manusia, terutama perempuan dan anak-anak yang rentan. (Aw/01)
Artikel ini telah dibaca 249 kali