KalbarOke.com – Media Amerika Serikat The Wall Street Journal (WSJ) menyoroti gelombang demonstrasi yang melanda Indonesia. Dalam laporannya berjudul “Behind Indonesia Protests, a Growing Economy That Doesn’t Deliver”, WSJ menilai bahwa di balik data ekonomi yang terlihat membaik, rakyat justru merasakan tekanan hidup yang semakin berat.
WSJ mencatat, secara statistik perekonomian Indonesia tumbuh positif. Produk domestik bruto (PDB) meningkat 5,1% pada kuartal terakhir, angka pengangguran turun menjadi 4,8%, sementara inflasi berada di level rendah 2,3%. Namun, ribuan demonstran yang turun ke jalan di berbagai kota besar menunjukkan realitas berbeda.
“Ribuan demonstran di seluruh Indonesia menerjang keamanan ketat untuk menuntut tindakan pemerintah terhadap kesulitan ekonomi. Demo ini menjadi ujian terbesar bagi Presiden Prabowo Subianto sejak menjabat hampir setahun lalu,” tulis WSJ, dikutip Selasa 2 September 2025.
Sejumlah aksi berujung ricuh. Sedikitnya delapan orang dilaporkan tewas, termasuk seorang pengemudi ojek daring bernama Affan Kurniawan (21), yang tertabrak mobil polisi. Kisah Affan kemudian menjadi simbol ketidakpastian nasib generasi muda yang bekerja di sektor informal dengan upah rendah.
Meski Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut angka kemiskinan menyentuh level terendah dalam dua dekade, sejumlah ekonom justru meragukan data resmi pemerintah. Indikator manufaktur menunjukkan kontraksi, sementara lembaga kajian independen bahkan meminta PBB melakukan tinjauan ulang atas data pertumbuhan ekonomi Indonesia.
WSJ juga mengingatkan, Indonesia punya sejarah panjang demonstrasi ekonomi yang berujung pada pergolakan politik besar, seperti pada 1998 ketika krisis moneter memaksa Presiden Soeharto mundur.
Kini, kemarahan publik tak hanya soal ekonomi, tapi juga respons pemerintah terhadap korban jiwa dalam aksi protes. Beberapa pengunjuk rasa bahkan menyerbu rumah pejabat negara, termasuk Menteri Keuangan dan anggota DPR yang dianggap menghina aspirasi rakyat. Presiden Prabowo pun menegaskan sebagian aksi demonstran dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme dan makar.
Laman tersebut juga wawancara seorang pendemo bernama Pratama (31) dari Jakarta yang mengaku kehilangan pekerjaan sejak Juni lalu. Meski sudah mengirimkan lebih dari 300 lamaran kerja, ia belum mendapat satu pun tawaran. “Banyak teman dan kerabat saya di kampung juga mengalami hal yang sama,” ujarnya.
Gelombang protes ini menandai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat luas. Di balik angka-angka positif, keresahan sosial terus membara. (*/)
Artikel ini telah dibaca 35 kali