Indeks
Landak  

28 Ormas di Landak Gelar Aksi Tolak Transmigrasi, Fokus pada Lima Tuntutan Kunci

Koordinator aksi damai tolak program Transmigrasi di Ngabang, Kabupaten Landak, Ferry Sak. (Foto; Hendri Marcelleno)

KalbarOke.Com – Sebanyak 28 organisasi kemasyarakatan (ormas) yang tergabung dalam Aliansi Ormas Kabupaten Landak menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di Simpang Tiga Dusun Pulau Bendu, Desa Hilir Tengah, Ngabang, Kabupaten Landak Jumat siang (18/7/25). Aksi ini menolak program transmigrasi ke wilayah Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat, dan memfokuskan pada lima tuntutan utama yang disampaikan secara terbuka.

Aksi diawali dengan berkumpulnya massa di area Makam Pahlawan Pal 3, dilanjutkan dengan pawai damai menggunakan kendaraan roda dua dan satu unit mobil komando. Sebagai bentuk penolakan adat, ritual Dayak Nyangahatn turut digelar.

Perwakilan ormas secara bergantian menyampaikan orasi penolakan, diselingi dengan pembakaran ban sebagai simbol kekecewaan.

Koordinator Aksi sekaligus Ketua Aliansi Ormas Kabupaten Landak, Ferry Sak, membacakan lima poin tuntutan yang menjadi inti dari demonstrasi ini:

1. Evaluasi Program Pembangunan: Mendesak pemerintah untuk mengevaluasi seluruh program pembangunan yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal antara pendatang dan masyarakat lokal.

2. Hentikan Transmigrasi dan Prioritaskan Infrastruktur Lokal: Menghentikan seluruh program transmigrasi ke Kalimantan Barat dan memprioritaskan pembangunan infrastruktur dasar bagi masyarakat lokal.

3. Fokus Pembangunan Desa Tertinggal: Memfokuskan pembangunan pada desa-desa tertinggal, terutama di sektor jalan, pendidikan, layanan kesehatan, dan listrik.

4. Libatkan Masyarakat Adat dalam Kebijakan: Melibatkan masyarakat adat dan lokal dalam setiap pengambilan kebijakan yang menyangkut wilayah dan hak hidup mereka, terutama dalam pembahasan RPJMN 2025–2029.

5. Siap Tempuh Semua Jalur Penolakan: Jika program transmigrasi tetap dipaksakan, Aliansi Ormas menyatakan siap menempuh semua jalur penolakan, mulai dari advokasi, akademik, sosial, hingga gerakan massa.

Ferry Sak menegaskan bahwa program transmigrasi justru memperlebar kesenjangan sosial dan berpotensi memicu konflik horizontal, ia menyebutnya sebagai “bom waktu di atas jerami kering.”

Ia menekankan bahwa penolakan ini bukan terhadap kedatangan individu secara mandiri, melainkan terhadap program yang diatur dan difasilitasi oleh negara.

Aksi yang berlangsung kondusif dengan pengamanan aparat kepolisian ini ditutup dengan ritual adat Dayak pemecahan telur, sebuah simbol penolakan sakral.

Aliansi Ormas Landak berharap pemerintah serius menanggapi tuntutan mereka dan mempertimbangkan pembubaran Kementerian Transmigrasi. (Dri/01)

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 257 kali

Exit mobile version